Site icon Vocasia

Pendekatan Riset Kualitatif Khalayak

Pendekatan Riset Kualitatif Khalayak(pexels.com/christina morillo

Klaus Bruhn Jensen dan Karl Erik Rosengren (1990) telah memaparkan lima tradisi dalam riset khalayak media. Tradisi ini merujuk pada bagaimana secara historis posisi khalayak terhadap media. Baik secara teori dan model membangun karakteristik dari studi khalayak itu sendiri. Kemudian setiap tradisi memunculkan karakter-karakter khalayak tersendiri yang di antaranya khalayak dipengaruhi oleh situasi sosial-politik. Tradisi tersebut yaitu Riset Pengaruh (Effect Research). Riset Uses and Gratifications, Literary Criticism. Kajian Budaya, dan Analisis Resepsi.

Berdasarkan sumber buku Teori dan Riset Khalayak Media (2019). Berikut adalah penjelasan mengenai pendekatan riset kualitatif khalayak. Simak dibawah ini, ya!

Pendekatan Riset Kualitatif Khalayak

Thomas R. Lindlof (1991) menyebutkan bahwa dalam penelitian kualitatif. Bahwa salah satu tujuan penelitian dilakukan secara konteks untuk menjelaskan kebiasaan atau ekspresi verbal yang dilakukan oleh khalayak. Pisau analisis yang digunakan untuk memberikan pemaknaan terhadap ekspresi yang menjadi pengalaman dari khalayak, saat menggunakan media.

Argumen ini kemudian menjadi landasan yang digunakan untuk mengkonstruksi proposisi-proposisi dari teori yang dalam subjek kajan media (media studies). Menunjukkan domain dari negosiasi interpersonal terhadap konten media atau dalam level makro. Konstitusi masyarakat melalui komunikasi yang termediasi, atau bahkan bisa keduanya. Meskipun secara kualitatif penelitian ini hanya untuk fenomena lokal dan juga partikular. Namun dilakukan secara menyeluruh, historisitas, dan penjelasan yang dalam prosesnya melibatkan semua dimensi yang tidak bisa ditemukan dalam penelitian kuantitatif.

1. Fenomena Sosial

Pendekatan fenomena sosial atau social-phenomenological dalam studi khalayak ini. Menggambarkan bagaimana ilmu sosial interpretif digunakan. Seperti dalam konstruksi realitas sosial, etnometodologi, interaksionisme simbolik. Maupun hermeneutik kultural (Lindlof, 1991). Hal yang membedakan dari penelitian kuantitatif yaitu penggunaan media. Tidak sekadar dilihat dari luaran atau aksi semata, ada motivasi dan dorongan yang juga muncul. Dorongan ini sebagai deskripsi mengapa khalayak melakukan tindakan tersebut.

Seperti misalnya, dalam fenomenologi sosial bahwa. Khalayak sebagai manusia adalah makhluk yang unik dan aksi mereka. Terkait hubungan dengan penggunaan media sampai pada pengaruh yang muncul akibatnya. Bisa diungkap berdasarkan masa lalu dan masa depan.

2. Aturan Komunikasi

Pendekatan aturan komunikasi atau communication rules muncul dari percampuran teori-teori kaidah atau aturan, etnografi komunikasi, maupun analisis percakapan. Perbedaan mendasar dalam pendekatan ini yaitu melihat bagaimana sebuah sistem dari norma-norma sosial, status, maupun perilaku khalayak. Yang dalam konteks tertentu terlibat dalam regulasi komunikasi. Artinya, dalam proses komunikasi ada aturan yang melingkupi dan mengarahkan bagaimana komunikasi itu terjadi. Sampai pada interaksi di antara komunikan-komunikator. Aturan-aturan kebiasaan dalam sistem sosial yang terbuka. Misalnya dalam sebuah keluarga.

3. Kajian Budaya

Pada pendekatan kajian budaya atau cultural studies muncul dari pemikiran kritis. Tentang adanya konsep hegemoni dan adanya relasi kuasa di antara media dan khalayak. Bagaimana adanya ideologi yang dominan maupun kesadaran kelas terjadi dalam masyarakat. Selain itu, pendekatan ini juga mempelajari bagaimana sebuah bahasa menjadi kode-kode atau tanda yang memunculkan budaya populer.

Studi yang pada awalnya muncul dari Pusat Kajian Budaya Kontemporer di Universitas Birmingham ini. Seputar kesadaran masyarakat, terutama di antara kaum muda subkultur dan kelas pekerja. Sebuah struktur kesadaran akan bagaimana secara historis relasi sosial diproduksi atau beroposisi dalam relasi politik maupun ekonomi yang tidak berimbang.

4. Kajian Resepsi

Pada pendekatan kajian resepsi atau reception studies atau lebih banyak dikenal dengan analisis resepsi memiliki perbedaan dengan pendekatan lainnya. Perbedaan tersebut berada dalam titik dimana adanya pertemuan antara khalayak dan teks. Mengutip dari pendapat Jensen dan Rosengren (1990). Mereka mengungkapkan, bahwa wacana media kemudian secara generalisasi berada dalam skala kecil pengalaman yang didesain. Tujuannya untuk diobservasi secara partisipan dan dilakukan melalui pertanyaan mendalam.

5. Kajian Feminis

Dalam pendekatan kajian feminis atau feminist research sering kali merujuk dan dekat dengan kajian budaya (culture studies). Selain itu, juga membahas soal dominasi dan perlawanan dalam konteks sosial politik. Namun, kemudian kajian feminis memiliki metode dan praktik yang berbeda , serta fokus kajian yang lebih khusus. Sehingga pendekatan ini muncul secara mandiri. Kemudian kajian feminis merujuk pada riset terhadap gerakan dan sekumpulan ide. Serta argumen yang memberikan advokasi terhadap perempuan agar memiliki hak serta kesempatan sama (Branston & Stafford, 2010). Media kemudian dipercayai memiliki kuasa untuk mengekalkan adanya dominasi kaum pria dan lemahnya wanita melalui wacana budaya dan stereotip. Selanjutnya, hubungan media khalayak dalam kajian feminis juga bisa menunjukkan bagaimana perlawanan yang dilakukan. Misalnya, kesetaraan gender dalam program drama.

Nah, itu tadi penjelasan mengenai pendekatan riset dari kualitatif khalayak. Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk kamu. Jangan lupa cek postingan artikel yang lainnya juga ya. See you guys!

Exit mobile version