Tanggal:23 November 2024

Sejarah Perkembangan Jurnalisme Di Indonesia

Sebenarnya apa sih Jurnalistik itu ?. Jurnalistik atau Juornalisme berasal dari perkataan journal, artinya catatan harian atau catatan mengenai kejadian sehari-hari atau bisa juga berarti surat kabar. Journal berasal dari perkataan Latin diurnalis, artinya harian atau tiap hari. Dari perkataan itulah lahir kata jurnalis, yaitu orang yang melakukan kegiatan jurnalistik. MacDougall menyebutkan bahwa journalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa. Sebelum kita membahas sejarah dan perkembangan jurnalistik di Indonesia alangkah baiknya kita membahas sejarah jurnalistik yang di dunia terlebih dahulu.

Sejarah Jurnalisme Di Dunia

Sejarah jurnalistik dimulai ketika tiga ribu tahun yang lalu pada masa Firaun di Mesir. Amenhotep III, mengirimkan ratusan pesan kepada perwiranya di provinsi-provinsi untuk memberitahukan apa yang terjadi di Ibukota. Di Roma 2.000 tahun yang lalu Acta Diurnas (“tindakan-tindakan harian”) – tindakan-tindakan senat, peraturan-peraturan pemerintah, berita kelahiran. Dan kematian ditempelkan ditempat-tempat umum. Selama Abad Pertengahan di  Eropa, siaran berita yang ditulis tangan merupakan media informasi yang penting bagi para usahawan.

Sejatinya perkembangan jurnalisme di dunia sudah dimulai sejak jaman dahulu. Dan tak sedikit sejarah perkembangan jurnalisme di dunia berkaitan satu sama lain. Dimulai dari perkembangan jurnalisme dalam islam. Jurnalisme dalam islam bahkan sudah ada sejak zaman Nabi Nuh A.S. Di masa Rasulullah jurnalisme sudah berkembang namun dalam arti sempit, yang menjadi juru warta ialah sahabat Rasulullah. Setelah Rasul meninggal, perkembangan jurnalisme diteruskan oleh para Khulafaur Rasyidin. Di Eropa, Jurnalisme berkembang pertama kali di Romawi Kuno pada masa pemerintahan Julius Caesar. Dengan bukti ditemukannya Acta Diurna yang berarti papan pengumuman.

Jurnalisme di Eropa berkembang makin pesat setelah ditemukannya mesin cetak oleh Guttenberg. Surat kabar pertama yang terbit di Eropa secara teratur dimulai di Jerman pada tahun 1609. Aviso di Wolfenbuttel dan Relations di Starsbourg. Tak lama kemudian, surat kabar-surat kabar lainnya muncul. Di Belanda (1618), Perancis (1620), Inggris (1620), dan italia sampai 200 exsemplar sekali terbit, meskipun Frankfurter Journal pada tahun 1680.

China juga mempunyai andil besar terhadap perkembangan Jurnalisme dunia. Seperti yang kita tau, kertas pertama kali dibuat oleh orang China. Dengan ditemukannya kertas ini. Jurnalisme yang dulunya dianggap untuk kalangan atas karena media penulisannya di sutera, kayu dan bahan mahal lainnya menjadi berkembang pesat.

Sejarah Perkembangan Jurnalistik di Indonesia

1. Masa Pendudukan Belanda

Sejarah jurnalistik di Indonesia dimulai saat Belanda menjajah Indonesia. Jurnalistik pada masa pendudukan Belanda ditandai dengan diterbitkannya surat kabar Memories der Nouvelles pada tahun 1615. Oleh Gubernur Jenderal VOC Jan Pieterzoon Coen. Surat kabar ini awalnya masih ditulis tangan sampai pada tahun 1688. Pemerintah Hindia Belanda memiliki mesin cetak yang dikirim dari negeri Belanda dan akhirnya dapat membuat surat kabar dengan cetakan pertama. Isi surat kabar cetakan pertama ini antara lain ketentuan dan perjanjian yang dibuat antara Belanda dengan Sultan Makassar pada saat itu.

Setelah muncul surat kabar pertama tersebut, perlahan-lahan bermunculan pula surat kabar lain yang diterbitkan oleh masyarakat pribumi dan turunan etnik Tionghoa. Surat kabar baru tersebut diterbitkan oleh berbagai kalangan masyarakat saat itu dalam berbagai bahasa. Seperti Bahasa Belanda, Bahasa Cina, Bahasa Jawa, dan bahasa daerah lainnya. Kemudian, perkembangan dunia jurnalistik dan surat kabar di Indonesia pada masa itu terus menanjak. Hingga dicatat ada sekitar 30 surat kabar berbahasa Belanda, 27 surat kabar berbahasa Indonesia. Dan satu surat kabar berbahasa Jawa pada pertengahan abad ke-19.

2. Masa Pendudukan Jepang

Setelah masa pendudukan di Indonesia berganti oleh pendudukan Jepang. Dunia jurnalistik Indonesia mengalami perubahan besar-besaran. Dimana semua surat kabar dipaksa bergabung menjadi satu dan isinya disesuaikan dengan rencana serta tujuan Jepang. dalam Dai Toa Senso atau Perang Asia Timur Raya. Dikutip dari bebagai data peninggalan sejarah di Indonesia, perkembangan jurnalistik di masa pendudukan mengalami kesulitan. Dimana, kebebasan pers sangat dibatasi dan tentunya ditekan untuk mengikuti kepentingan pemerintahan Jepang pada saat itu. Hal itu bisa dibuktikan saat berita surat kabar. yang seharusnya merupakan representasi kenyataan menjadi tulisan yang diatur dengan tujuan pro pemerintahan Jepang semata.

3. Masa Pasca Kemerdekaan / Pemerintahan Presiden Soekarno

Dari masa perjuangan meraih kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan. Surat kabar banyak digunakan sebagai sarana memompakan semangat juang kepada para pejuang untuk tetap bersemangat melawan para penjajah. Pada masa awal kemerdekaan, kondisi Indonesia masih terbilang rapuh dan terancam kedaulatannya dari berbagai pihak yang ingin merebut negeri ini.

Pada masa itu lah surat kabar memiliki peranan penting. Yaitu sebagai sarana penguatan warga negara Indonesia dan sebagai perlindungan dari hasutan yang disebarkan Belanda melalui media massa mereka. Namun sayangnya setelah kedudukan Indonesia sudah semakin kuat dengan dibubarkannya RIS (Republik Indonesia Serikat). Dan diakuinya kedaulatan Indonesia sebagai Republik Kesatuan berdasarkan UUDS, peranan jurnalistik mulai tergoyahkan. Surat kabar justru mulai digunakan sebagai alat manuver politik yang bertujuan mengguncang. Bahkan menyerang lawan politik supaya mendapatkan kekuasaan di pemerintahan Indonesia yang baru.

Banyak surat kabar yang dibredel karena dianggap melawan pemerintah saat itu. Dan tak sedikit pula wartawan yang ditangkap karena dianggap mengancam pemerintahan padahal mereka hanya menyuarakan kebenaran. Saking memburuknya kondisi jurnalistik dan pers di Indonesia. Tanggal 1 Oktober 1958 dianggap sebagai tanggal matinya kebebasan pers di Indonesia. Dengan makin banyaknya surat kabar yang dipaksa tutup dan wartawan ditangkapi. Terlebih lagi, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. yang semakin mempersempit ruang gerak dan kebebasan pers di negara kita. Seolah tak cukup, beberapa bulan setelahnya.

Departemen Penerangan mengumumkan peraturan baru yang mewajibkan media massa. Yaitu surat kabar dan majalah haruslah didukung oleh minimal satu partai politik atau tiga organisasi massa. Akibatnya, surat kabar tidak ada yang bersifat netral seperti seharusnya media massa dan semuanya memiliki corak masing-masing tergantung kebutuhan organisasi.

4. Masa Pemerintahan Presiden Soeharto

Masa ini disebut juga masa demokrasi liberal yang berpengaruh kepada kebebasan pers dan dunia jurnalistik di Indonesia. Dimana setiap orang selama memiliki modal diperbolehkan menerbitkan media massa berupa surat kabar atau majalah tanpa memerlukan pengesahan pihak manapun. Dengan begitu, masyarakat Indonesia terutama kalangan wartawan lebih bebas dalam menyuarakan pendapat dan pemikiran mereka tanpa khawatir akan ditangkapi seperti sebelumnya. Namun justru karena itu, setiap surat kabar dan majalah berlomba untuk menerbitkan tulisan sebanyak-banyaknya.

Dengan agak sedikit mengesampingkan mutu dan kualitas media pada saat itu. Sehingga tidak banyak media yang bermutu bagus dikarenakan minimnya peralatan mencetak dan lain sebagainya. Bahkan orang lebih memilih koran bekas RDV (Dinas Penerangan Belanda) daripada koran baru pada saat itu. Selain itu, ada juga permasalah baru yaitu munculnya media. Yaitu berisi konten pornografi yang bebas disebarluaskan karena tidak adanya pembatasan mengenai hal itu. Karena keadaan semakin memburuk, seperti terjadinya perang pena dan fitnah dimana-mana.

Pemerintah pun membuat peraturan yang berkaitan dengan dunia jurnalistik supaya dapat sesuai dengan dasar negara yaitu Pancasila dan UUD 1945. Kemudian, pemerintah mengeluarkan ketetapan MPRS No. XXXII/MPRS/1966 pada tanggal 6 Juli 1966. yang disambut oleh kalangan wartawan dengan Deklarasi Wartawan Indonesia hasil dari konfrensi kerja PWI di Jawa Timur. Dalam hal ini, dunia jurnalistik berikut pers diharapkan dapat bersama-sama dengan pemerintah membangun pers nasional menjadi lebih baik dan sehat.

5. Masa Reformasi

Perkembangan jurnalistik pada masa reformasi ditandai dengan kebebasan pers yang membolehkan surat kabar dan majalah terus berjalan tanpa adanya pembaharuan izin. Karena SIUPP sudah dihapuskan. Jurnalistik Indonesia pun berkembang pesat dan dapat mencakup berbagai kalangan masyarakat karena semua lapisan masyarakat dapat membuat media massa. Hal ini terlihat dari berkembang pesatnya jurnalistik baik cetak, elektronik, digital, dan internet. Berbagai media televisi dengan salurannya masing – masing, siang malam menghiasi layar televisi.

Kemudian, keberadaan radio dan majalah yang juga berkembang pesat seiring perkembangan zaman. Tak luput dengan keberadaan teknologi, yang memungkinkan kita mengakses internet lebih cepat baik melalui komputer maupun dengan smartphone yang semakin merajalela. Keberadaannya mampu menjangkau hingga pelosok daerah.

Oleh karena itu, pemberitaan semakin cepat tersebar dan meluas. Sehingga masyarakat di daerah pedesaan pun mampu mengetahui berbagai peristiwa yang terjadi di perkotaan, pun sebaliknya. Di sisi lain, dalam praktiknya memang ada media yang tidak melakukan tanggung jawabnya dengan benar. Namun sebagaian besar tetap berpedoman pada UU Pers yang diakui bersama dalam dunia jurnalistik.

Nah itu dia tadi sejarah perkembangan jurnalisme di Indonesia. Semoga artikel ini bermanfaat. Salam sukses!

Baca Juga : Beginilah Perkembangan Media Massa Di Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *