Penelitian sebagai sistem ilmu pengetahuan, memainkan peran penting dalam bangunan, ilmu pengetahuan itu sendiri. Maksudnya, penelitian menempatkan posisi yang paling urgent dalam ilmu pengetahuan. Tujuannya adalah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan melindunginya dari kepunahan. Penelitian memiliki kemampuan untuk meng-upgrade ilmu pengetahuan. Sehingga ilmu pengetahuan menjadi lebih up-to-date, canggih, applicated, serta setiap saat bagi masyarakat.
Dalam tradisi penelitian kualitatif, proses penelitian dan ilmu pengetahuan tidak sesederhana apa yang terjadi pada penelitian kuantitatif. Karena sebelum hasil-hasil penelitian kualitatif memberi sumbangan kepada ilmu pengetahuan. Tahapan penelitian kualitatif melampaui berbagai tahapan berpikir kritis-ilmiah. Yang mana seorang peneliti memulai berpikir secara induktif, yaitu menangkap berbagai fakta atau fenomena-fenomena sosial. Melalui pengamatan di lapangan, kemudian menganalisisnya dan kemudian berupaya melakukan teorisasi berdasarkan apa yang diamati itu.
Berdasarkan sumber buku Penelitian Kualitatif, Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya (2007). Berikut adalah penjelasan mengenai pendekatan dalam penelitian kualitatif. Simak dibawah ini, ya!
Baca Juga : Definisi, Bentuk dan Manfaat CSR (Corporate Social Responsibility)
Pendekatan dalam Penelitian Kualitatif
1. Pendekatan Unscientific
Dalam sejarah umat manusia, usaha untuk menjawab dorongan ingin tahu dan mencari kebenaran, bermula dari pendekatan ini. Berarti sebelum orang menggunakan pendekatan scientific research, pendekatan unscientific sudah digunakan dalam waktu yang cukup lama. Pada pendekatan unscientific biasanya orang memulai bekerja menjawab dorongan ingin tahu dan mencari kebenaran, melalui:
- Secara kebetulan,
- Secara trial and error,
- Melalui otoritas seseorang.
Tidak ada sumber pasti yang menjelaskan tentang ketiga cara diatas digunakan oleh umat manusia untuk menemukan kebenaran. Namun menurut logika sejarah, ketiga cara diatas secara bertahap digunakan orang untuk mencari kebenaran. Hal ini menandakan bahwa sejarah perburuan kebenaran ilmiah telah dimulai dari kegiatan-kegiatan yang sederhana. Serta secara bertahap meningkat mencapai kegiatan yang rumit dengan melibat orang lain.
2. Penemuan Secara Kebetulan
Manusia pada awalnya selalu kebingungan untuk memecahkan persoalan hidupnya dalam sekitarnya. Orang tidak tahu harus berbuat apa terhadap dorongan ingin tahunya untuk mengungkapkan misteri kehidupan di sekitarnya. Karena tingkat pengetahuan manusia amat rendah pada waktu itu. Maka manusia cenderung pasif terhadap dorongan tersebut. Akibatnya semua pengetahuan (kebenaran) diperoleh secara kebetulan.
3. Penemuan secara Trial and Error
Kelemahan penemuan secara kebetulan. Membuat banyak orang mulai tidak percaya bahwa perubahan yang lebih cepat dapat dihasilkan dari penemuan secara kebetulan. Perkembangan masyarakat yang terasa cepat menyebabkan manusia harus aktif mencari kebenaran. Kendati sarana pengetahuan untuk mencapainya masih sangat tidak memadai. Namun untuk memotong lingkaran ini. Masyarakat harus memulai sesuatu dengan cara mencoba-coba (trial and error) walau tanpa kepastian.
Suatu usaha trial and error tidak diawali dengan sebuah harapan. Walaupun tetap memiliki tujuan yang tak menentu. Bahkan tidak jarang orang memulai usaha ini dengan harapan yang hampa. Namun demikian, tanpa putus asa seseorang mulai mencoba dan terus mencoba. Sampai pada suatu titik tertentu yang mungkin akan menghasilkan kejutan dari suatu proses coba-coba itu. Kemudian memberikan harapan yang lebih banyak terhadap orang untuk meneruskan usaha tersebut.
Suatu contoh dari proses trial and error ini adalah yang pernah dilakukan oleh Robert Kock. Kock pernah mengasah kaca dengan maksud mencoba-coba apa yang akan terjadi pada hasil asahan kacanya itu. Kemudian, kock terus mengasah kaca tersebut. Akhirnya kaca tersebut berbentuk lensa yang mampu memperbesar benda-benda yang tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Ternyata lensa tersebut telah mendasari pembuatan mikroskop.
4. Penemuan Melalui Otoritas
Pada pendekatan ini lebih praktis bila dibandingkan dengan pendekatan lainnya. Namun juga sangat terbuka untuk suatu kesalahan yang fatal. Berbeda dengan pendekatan kebetulan atau trial and error. Yakni menemukan kebenaran melalui otoritas membutuhkan orang lain yang dapat dijadikan subjek otorisasi. Karena pada pendekatan ini sadar ataupun telah mengakui ketidakmampuan rasio seseorang. Untuk memecahkan problem kebenaran yang sedang dihadapinya. Otoritas membuat orang tergantung kepada orang yang memiliki otoritas tersebut. Alhasil membuat dirinya ketaklid dan jumud serta tanpa disadari telah membekukan kreativitas manusia dan usaha seseorang untuk berikhtiar.
Kemudian, otoritas telah menempatkan manusia dan budaya tertentu. Katakan saja seperti raja, pemerintah, undang-undang, pengadilan, guru, pendeta, imam, dukun, dan sebagainya. Pada posisi yang amat penting dalam pembentukan sikap masyarakat tentang suatu kebenaran.
5. Pendekatan Kritik
Ada dua macam proses yang dapat digunakan untuk mendapatkan kebenaran atau pengetahuan. Proses yang pertama dinamakan “berpikir kritis-rasional”. Selanjutnya cara yang kedua adalah “penelitian ilmiah” (scientific research). Cara-cara berpikir kritis-rasional merupakan cara-cara perburuan kebenaran melalui pendekatan-pendekatan ilmiah. Secara sadar atau tidak bahwa cara berpikir kritis-rasional adalah asal mula gagasan mengenai proses penelitian ilmiah. Walaupun demikian, kritik-rasional dan penelitian ilmiah memiliki perbedaan prosedur dan proses satu dengan lain. Yakni berbeda bobot keilmiahan masing-masing, dan inilah yang akan dibicarakan kemudian.
6. Berpikir Kritis Rasional
Akal budi manusia memberi konsekuensi terhadap kemampuan manusia untuk berpikir. Karena itu, berpikir adalah salah satu aktivitas batiniah manusia. Dengan demikian akal menuntun manusia untuk berpikir, dan berpikir dengan sesungguhnya. Dengan menggunakan proses berpikir. Maka menghubungkan satu hal dengan hal lainnya. Selain itu menggunakan objek berpikir akan menghubungkannya dengan objek lainnya.
7. Kebenaran melalui Penelitian Ilmiah
Sejarah umat manusia untuk menemukan kebenaran berkembang dari waktu ke waktu ke arah suatu cara penemuan yang lebih baik. Dalam arti bahwa cara-cara baru itu memiliki kredibilitas yang lebih baik dari cara-cara sebelumnya. Ketidakpuasan masyarakat terhadap cara-cara unscientific. Hal ini menyebabkan masyarakat menggunakan cara berpikir deduktif dan cara berpikir induktif. Tapi, kedua cara ini juga tidak memuaskan banyak orang. Karena sifat kedua cara itu di dalam menyikapi kebenaran masing-masing. Selanjutnya orang memadukan cara berpikir deduktif dengan cara berpikir induktif. Kemudian melahirkan cara berpikir yang disebut reflective thinking, yaitu berpikir refleksi. Cara berpikir semacam ini mengambil ruang di antara berpikir deduktif dan berpikir induktif.
Nah, itu tadi penjelasan mengenai lahirnya pendekatan dalam penelitian kualitatif. Bagaimana pendapatmu?. Jangan lupa cek postingan artikel yang lainnya juga, ya!
Baca Juga : Begini Efek Media terhadap Masyarakat