Liberalisme tumbuh dari konteks masyarakat Eropa pada Abad Pertengahan. Ketika itu masyarakat ditandai dengan dua karakteristik berikut.
Anggota masyarakat terikat satu sama lain dalam suatu sistem dominasi kompleks dan kukuh, dan pola hubungan dalam sistem ini bersifat statis dan sukar berubah. Kaum aristokrat saja yang diperkenankan memiliki tanah.
Golongan feodal ini pula yang menguasai proses politik dan ekonomi, sedangkan para petani berkedudukan sebagai penggarap tanah yang dimiliki oleh patronnya (bangsawan). Mereka harus membayar pajak dan menyumbangkan tenaga bagi si patron.
Di beherapa tempat di Eropa, para petani malahan tidak diperkenankan pindah ke tempat lain yang dikehendaki tapa persetujuan si patron. Akibatnya, mereka tidak lebih sebagai milik pribadi sang patron.
Sebaliknya, kesejahteraan para penggarap itu seharusnya ditanggung oleh si patron. Industri dikelola dalam bentuk gilde-gilde yang mengatur secara ketat bagaimana suatu barang diproduksi, berapa jumlah dan distribusinya.
Kegiatan itu dimonopoli oleh kaum aristokrat. Maksudnya, pemilikan tanah oleh kaum bangsawan, hak-hak istimewa gereja, peranan politik raja dan kaum bangsawan, dan kekuasaan gilde-gilde dalam ekonomi merupakan bentuk-bentuk dominasi yang melembaga atas individu.
Dalam konteks perkembangan masyarakat itu muncul industri dan perdagangan dalam skala bear, setelah ditemukan beberapa teknologi baru.
Untuk mengelola industri dan perdagangan dalam skala besar-besaran ini, jelas diperlukan buruh yang bebas dan dalam jumlah yang banyak, rang gerak yang leluasa, mobilitas yang tinggi dan kebebasan berkreasi.
Kebutuhan-kebutuhan bar itu terbentur pada aturan-aturan yang diberlakukan secara melembaga oleh golongan feodal.
Yang membantu golongan ekonomi baru terlepas dari kesukaran itu ialah munculnya paham liberal.
Liberalisme tidak diciptakan oleh golongan pedagang dan industri, melainkan diciptakan oleh golongan intelektual yang digerakkan ole keresahan ilmiah (rasa ingin tahu dan keinginan untuk mencari pengetahuan yang bar) dan artistik umum pada zaman itu.
Keresahan intelektual tersebut disambut ole golongan pedagang dan industri, bahkan hal itu digunakan untuk membenarkan tuntutan politik yang membatasi kekuasaan bangsawan, gereja, dan gilde-gilde.
Mereka tidak bertujuan semata-mata untuk dapat menjalankan kegiatan ekonomi secara bebas, tetapi juga mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
Masyarakat yang terbaik (rezim terbaik), menurut paham liberal, adalah yang memungkinkan individu mengembangkan kemampuan-kemampuan individu sepenuhnya.
Dalam masyarakat yang baik semua individu harus dapat mengembangkan pikiran dan bakat-bakatnya.
Hal ini mengharuskan para individu untuk bertanggung jawab atas tindakannya, dan tidak menyuruh seseorang melakukan dilakukan.
Sesuatu untuknya atau seseorang untuk mengatakan apa yang harus Seseorang yang bertindak atas tangeung jawab sendiri dapat mengembangkan kemampuan bertindak. Menurut asumsi liberalisme inilah, John Stuart Mill mengajukan argumen yang lebih mendukung pemerintahan berdasarkan demokrasi liberal.