Pernahkah kamu merasa bahwa dunia ini tidak adil? Atau, pernahkah kamu merasa hidupmu tidak bahagia? Jika pernah, kamu harus tahu tentang filosofi Stoicism! Filosofi Stoicism akan mengajarkanmu bagaimana hidup bahagia dan mempunyai mental tangguh meskipun saat mendapatkan sesuatu yang menyakitkan hati. Simak penjelasannya sampai akhir!
Apa itu filosofi Stoicism?
Filosofi Stoicism adalah aliran filsafat yunani kuno yang dicetuskan pertama kali oleh Zeno dari Citium sekitar tahun 300 SM. Ajaran ini terkenal karena tidak lekang oleh waktu, tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama, dan bisa diimplementasikan oleh siapa saja tanpa pandang bulu. Pandangan Stoicism sangat luas dan kompleks. Namun, di sini kita akan membahas secara sederhana tentang filosofi Stoicism yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Filosofi ini mempunyai pandangan yang berbeda akan definisi kebahagiaan. Stoicism menganggap hidup bahagia adalah di saat kita bisa mengendalikan emosi negatif dalam diri kita. Contohnya seperti saat kita bisa tetap santuy meskipun dicaci oleh orang lain dan bisa legowo dalam segala situasi. Stoicism menganggap bahwa kita bisa bahagia bahkan saat kebebasan kita sepenuhnya direnggut orang lain.
Konsep dasar Filosofi Stoicism
Ada dua konsep dasar dalam filosofi Stoicism, yaitu:
- Filosofi Stoicism mengajarkan kita untuk bertanggung jawab atas cara kita memandang sesuatu. Stoicism menganggap bahwa penyebab penderitaan yang dialami seseorang sebenarnya adalah dirinya sendiri. Hanya kita sendiri yang dapat menentukan kebahagiaan dan penderitaan yang ingin kita rasakan.
- Stoicism memerintahkan kita untuk fokus dengan hal-hal yang bisa kita kendalikan. Banyak orang mencoba mengendalikan hal-hal yang tidak dapat ia kendalikan. Tentu saja hal tersebut akan mengakibatkan seseorang mudah merasa stres, cemas, dan kesal.
Ajaran ini memerintahkan kita untuk sepenuhnya fokus dengan apa yang bisa kita kendalikan, menyadari dan menerima bahwa ada hal di luar kendali kita. Ketika fokus dengan hal yang bisa kita kendalikan, kita bisa menjadi efektif dan efisien, dapat memecahkan masalah dengan mudah, dan tentunya penderitaan kita dapat berkurang.
Baca juga: Quarter Life Crisis: Arti, Penyebab, dan Cara Mengatasinya
Tips Mempraktikkan filosofi Stoicism dalam Kehidupan Sehari-hari
Berikut adalah tips-tips yang bisa kamu praktikkan dalam kehidupan sehari-hari tentang filosofi Stoicism:
1. Kendalikan cara berpikirmu dengan menyadari dikotomi kendali
“Some things are up to us, some things are not up to us” – Epictetus
Semua filsuf Stoa sepakat bahwa prinsip “dikotomi kendali” adalah prinsip fundamental dalam ajaran ini, bahwa dalam hidup ada hal-hal yang bisa kita kendalikan dan ada hal-hal yang tidak bisa kendalikan. Lalu, hal-hal apa saja yang masuk ke dalam dua definisi ini menurut Stoicism?
Pertama, di bawah kendali kita: pertimbangan, opini atau persepsi kita, keinginan kita, tujuan kita, dan segala sesuatu yang datang dari kita sendiri. Kedua, tidak di bawah kendali kita: tindakan orang lain, opini dan persepsi orang lain, cuaca atau peristiwa alam lainnya, reputasi kita, kesehatan kita, kekayaan kita, penampilan fisik, dan segala sesuatu yang datang dari luar.
Banyak orang sampai usia dewasanya masih belum bisa menerima kondisi dia terlahir. Pikiran-pikiran seperti, “Mengapa saya lahir menjadi orang Jawa, padahal saya seharusnya orang Sunda!”, “Mengapa wajah saya tidak terlahir seperti Gigi Hadid!”, bahkan mengeluhkan peristiwa alam seperti, “Hujan terus! Kapan kelarnya sih!”. Penyesalan dan keluhan seperti itu adalah kesia-siaan, sebab itu adalah hal di luar kendali kita dan tidak bisa kita ubah. Menyesalinya hanya akan membuang-buang energi dan waktu kita.
Stoicism mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa datang dari hal-hal yang ada di bawah kendali kita atau dari dalam kita sendiri. Sebaliknya, kita tidak bisa menggantungkan kebahagiaan sejati kepada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Perilaku menggantungkan kebahagiaan kepada hal di luar kendali kita (opini orang, popularitas,dll.) adalah hal yang tidak rasional. Stoicism menganggap bagaimana kita bisa benar-benar bahagia dengan hal yang tidak sepenuhnya berada di tangan kita? Padahal hal-hal tersebut bersifat tidak merdeka dan ditentukan orang lain. Menurut Stoicism, menggantungkan kebahagiaan kepada hal di luar kendali sama saja menyerahkan kebahagiaan kita kepada orang lain.
2. Melatih pikiran
Marcus Aurelius adalah salah satu Filsuf Stoa, yang memiliki strategi dalam memulai harinya. Ia senantiasa mengingatkan dirinya setiap pagi bahwa ia akan bertemu orang-orang menyebalkan, penuh amarah, dan sifat yang tidak mengenakan lainnya.
Istilahnya adalah “Prepare for the worst”, agar kita hidup tidak dibutakan oleh ekspektasi positif
Dengan merenungkan hal ini sebelumnya, kita lebih siap untuk tidak memberikan respons yang sama (marah). Kita menyadari sepenuhnya bahwa kita tidak dapat mengontrol amarah orang lain dan merefleksikan fakta bahwa orang marah adalah korban dari penilaian kekeliruan mereka sendiri.
“…Saat kamu mencium anakmu, atau istrimu, katakan pada dirimu sendiri bahwa kamu hanya mencium manusia, sehingga kamu tidak terganggu saat salah satu dari mereka meninggal dunia.” – Epictetus
Kutipan tersebut mungkin terlihat sadis dan tidak manusiawi di mata kita. Kita diminta untuk selalu menyadari bahwa sifat manusia adalah fana atau tidak abadi. Ketika kematian benar-benar menjemput mereka, kita tidak akan diselimuti duka dan kesengsaraan yang berlarut.
Pesan Epictetus tersebut juga memiliki efek supaya kita lebih menghargai keberadaan keluarga dan kerabat terdekat ketika mereka masih hidup. Apakah selama ini kita masih menyia-nyiakan keberadaan mereka? Kutipan tersebut dapat diekspresikan ulang bahwa anak dan istrimu adalah manusia yang bersifat fana dan hargailah setiap momen bersama mereka.
Tips ini tidak hanya kita aplikasikan kepada manusia, namun bisa juga digunakan untuk menyikapi harta benda dan segala sesuatu yang bersifat duniawi. Dengan menerapkan tips ini, kita akan menjadi pribadi yang mempunyai mental tangguh, selalu siap dengan terpaan masalah yang ada.
Nah, sekarang kamu sudah paham 2 inti dasar filosofi Stoicsm. Kamu bisa menerapkan ajaran ini ke dalam keseharian, ya! Tujuannya supaya kamu tidak mudah burnout manghadapi masalah dan bisa mendapatkan kebahagiaan sejati juga mental yang tangguh.