Berpikir kreatif, menurut James C. Coleman dan Coustance L. Hamen (1974: 452), adalah “thinking which produces new methods, new concepts, new understandings, new inventions, new work of art.”
Berpikir kreatif diperlukan, mulai dari komunikator yang harus mendesain pesannya, insinyur yang harus merancang bangunan, ahli iklan yang harus menata pesan verbal dan pesan grafis, sampai pada pemimpin masyarakat yang harus memberikan perspektif baru dalam mengatasi masalah sosial.
Berpikir kreatif harus memenuhi tiga syarat. Pertama, kreativitas melibatkan respons atau gagasan yang baru, atau yang secara statistik sangat jarang terjadi. Akan tetapi, kebaruan saja tidak cukup.
Baca Juga | Skill Kerja Remote Yang Harus Kamu Miliki, Apa Aja Ya?
Anda dapat mengatasi kepadatan penduduk di kota dengan membangun rumah-rumah di bawah tanah. Ini baru, tetapi sukar dilaksanakan. Syarat kedua kreativitas ialah dapat memecahkan persoalan secara realistis.
Ketiga, kreativitas merupakan usaha untuk mempertahankan insight yang orisinal, menilai dan mengembangkannya sebaik mungkin (MacKinnon, 1962: 485).
Ketika orang berpikir kreatif, jenis berpikir manakah yang paling sering dipergunakan: deduktif, induktit, atau evaluatif? Jawabannya adalah berpikir analogis. Berpikir induktif sering dipergunakan, justru karena tidak “selogis” berpikir deduktif. Berpikir evaluatif membantu kreativitas Karena menyebabkan kita menilai gagasan-gagasan secara kritis.
Baca Juga | Pentingnya 7 Life Skill Bagi Kaum Milenial Yang Wajib Diketahui!
Guilford membedakan antara berpikir kreatif dan tak kreatif dengan konsep berpikir konvergen dan divergen. Jika Anda ditanya, “Apa ibu kota Republik Indonesia?” Anda menjawabnya dengan berpikir konvergen, yakni kemampuan untuk memberikan satu jawaban yang tepat pada pertanyaan yang diajukan.
Jika Anda ditanya, “Apakah perbedaan antara bank dan koperasi? Sebutkan sebanyak mungkin!” Anda menjawabnya dengan berpikir divergen. Kata Guilford, orang kreatif ditandai dengan pola berpikir divergen, yakni mencoba menghasilkan sejumlah kemungkinan jawaban. Berpikir konvergen erat kaitannya dengan kecerdasan; divergen, dengan kreativitas.
Baca Juga | 7 Cara Kreatif Untuk Meningkatkan Motivasi Karyawan, Yuk Simak!
Berpikir divergen dapat diukur dengan fluency, flexibility dan originality.
Bila saya meminta Anda menyebutkan sebanyak mungkin kata-kata yang berakhir dengan si, saya mengukur fluency Anda.
Jika jawaban Anda bukan saja panjang, tetapi juga menunjukkan keragaman dan hal-hal yang luar biasa, Anda memiliki skor yang tinggi dalam flexibility dan originality. Ukuran Guilford in telah dicobakan berkali-kali.
Akan tetapi, dengan sangat mengecewakan, skor yang tinggi pada ukuran Guilford sering tak berkorelasi dengan kreativitas sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang kreatif malah berskor rendah pada tes Guilford.
Tes Guilford, menurut pengritiknya, memang tidak mencerminkan berpikir kreatif. Orang-orang kreatif ternyata berpikir analogis; mereka mampu melihat berbagai hubungan yang tidak terlihat oleh orang lain.
Baca Juga | 6 Tips Menulis Kreatif Yang Benar Bikin Tulisan Jadi Lebih Unik!
Orang biasa juga sering berpikir analogis, tetapi berpikir analogis orang kreatif ditandai oleh sifatnya yang luar biasa, anch, dan kadang-kadang tidak rasional. Ada yang mengatakan bahwa orang kreatif biasanya agak gila. Baik orang gila maupun orang kreatif, memang mempunyai kesamaan: berpikir tidak konvensional.
Namun, pikiran orang gila tidak menimbulkan pencerahan atau pemecahan masalah. Orang kreatif melakukan loncatan pemikiran yang memperdalam dan memperjelas pemikiran.
George Lakoff dan Mark Johnson menjelaskan bagaimana pemikiran kreatif ini berhasil memperluas cakrawala pemikiran.
Bila pemikir kreatif menganalogikan A dengan B, maka semua sifat A (dalam psikologi kognitif disebut schema) dipindahkan pada B sehingga menambah kekayaan konseptual. Misalnya, “Cinta adalah karya seni hasil bersama.”
Baca Juga | 4 Ide Bisnis Yang Kreatif Dan Unik, Jangan Sia-Siakan Kesempatan!