Pengertian Seksisme
Seksisme adalah prasangka dan diskriminasi terhadap orang berdasarkan jenis kelamin atau gender. Jenis kelamin seseorang ditetapkan saat lahir berdasarkan sifat biologis, seperti alat kelamin dan kromosom. Tindakan ini banyak terjadi di masyarakat, mulai dari media sosial hingga institusi.
Berbeda dengan gender yang muncul sebagai konstruksi sosial, terdiri dari peran dan norma sosial yang dianggap sesuai untuk berbagai jenis kelamin. Gender melibatkan bagaimana seseorang merasa dan mengidentifikasi diri.
Setiap tindakan, ucapan, hukum, praktik, atau representasi media yang menempatkan nilai lebih tinggi pada satu jenis kelamin atau merendahkan satu jenis kelamin dikatakan seksis. Hal ini berlaku baik bagi orang maupun lembaga, dengan niat menimbulkan kerugian atau tidak. Di seluruh dunia, pihak yang paling sering dirugikan adalah wanita, anak perempuan, dan orang yang tidak ditetapkan sebagai perempuan saat lahir namun mengekspresikan diri secara feminin.
Laki-laki pun bisa dirugikan namun tidak secara langsung. Hal ini karena laki-laki memiliki lebih banyak kekuasaan dan status di sebagian besar budaya. Misalnya, seorang pria meyakini wanita lebih lemah daripada pria sehingga pria harus selalu kuat, tangguh, dan berani, bahkan jika harus mempertaruhkan kesehatan atau melakukan kekerasan.
Jenis-Jenis Seksisme dan Contohnya
Tindakan seksis mencakup semua yang menganggap satu jenis kelamin atau gender sebagai inferior dan dapat disampaikan melalui perilaku, pidato, tulisan, gambar, gerak tubuh, hukum dan kebijakan, praktik serta tradisi.
1. Hostile Sexism
Seksisme bermusuhan adalah kepercayaan dan perilaku sekelompok orang yang secara terbuka bermusuhan berdasarkan jenis kelamin atau gender. Contohnya adalah misogini atau kebencian terhadap wanita. Orang dengan pandangan misoginis sering menganggap wanita memiliki sikap berikut: memanipulasi, berbohong, dan menggunakan godaan untuk mengendalikan pria.
Pandangan ini juga berlaku bagi siapa saja yang feminin dan siapa saja yang mengekspresikan gendernya dengan cara yang relevan dengan feminitas. Mereka yang melanggengkan praktik seksis yang bermusuhan ingin mempertahankan dominasi laki-laki atas perempuan dan gender terpinggirkan lainnya.
Mereka umumnya menentang kesetaraan gender dan hak-hak LGBTQIA+ karena mereka melihatnya sebagai ancaman bagi laki-laki dan sistem yang menguntungkan mereka.
2. Seksisme Baik Hati (Benevolent Sexism)
Seksisme baik hati lebih melihat perempuan memiliki sikap yang polos, murni, merawat dan mengasuh, rapuh, dan membutuhkan perlindungan. Tidak seperti namanya, benevolent sexism tak sebaik itu karena masih menganggap satu jenis kelamin atau gender lebih lemah dari yang lain. Ide-ide ini dapat mengarah pada kebijakan dan perilaku yang membatasi hak memilih seseorang, atau kemampuan seseorang untuk membuat pilihannya sendiri.
Misalnya, satu studi tahun 2020 menemukan bahwa pria yang mendukung seksisme baik hati cenderung mendukung kebijakan yang membatasi kebebasan wanita hamil. Jenis seksisme seperti ini cenderung merusak kepercayaan diri perempuan akan kemampuan diri mereka sendiri.
3. Seksisme Ambivalen
Seksisme ambivalen adalah gabungan antara seksisme baik hati dan hostile sexism. Beberapa peneliti berpendapat kedua seksisme saling dukung sebagai bagian dari suatu sistem.
Seksisme yang baik hati menawarkan perlindungan bagi perempuan sebagai ganti peran yang lebih inferior. Sementara hostile sexism sangat menentang mereka yang menyimpang dari sistem ini. Contohnya misalnya mempekerjakan seseorang karena penampilannya menarik, namun kemudian memecatnya karena tidak menanggapi rayuan seksual.
4. Seksisme Institusional
Seksisme ini merujuk pada tindakan seksis yang mengakar dalam organisasi, seperti pemerintah, sistem hukum, sistem pendidikan, lembaga keuangan, media, tempat kerja, dan sebagainya. Ketika kebijakan, aturan, sikap, atau undang-undang menciptakan dan memperkuat seksisme ini disebut dengan seksisme institusional.
Salah satu indikator yang paling terlihat adalah kurangnya keragaman gender di antara pemimpin politik dan eksekutif bisnis. Indikator lainnya berupa kesenjangan upah gender, wanita berpenghasilan lebih rendah daripada laki-laki hampir di setiap pekerjaan.
5. Seksisme Antarpribadi
Seksisme ini terwujud selama interaksi dengan orang lain dan terjadi di mana pun, termasuk tempat kerja, dalam kelompok, dalam anggota keluarga, dan interaksi dengan orang asing.
Contoh seksisme antarpribadi yaitu membuat komentar tidak pantas tentang penampilan seseorang, atau memerhatikan dan memberi sentuhan seksual yang tidak diinginkan.
6. Seksisme yang Terinternalisasi
Seksisme ini berbentuk keyakinan seksis yang dimiliki seseorang tentang diri mereka sendiri. Biasanya, mereka mengadopsi keyakinan ini tanpa sadar sebagai akibat dari paparan perilaku seksis atau pendapat orang lain. Keyakinan seksisme diri sendiri ini menyebabkan perasaan tidak mampu, keraguan diri, ketidakberdayaan, dan malu pada diri sendiri.
Penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih sedikit bekerja di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika disebabkan oleh seksisme yang terinternalisasi. Hal ini karena stereotip seksis memengaruhi kinerja akademik.