Pada umumnya teori dalam paradigma definisi sosial sebenarnya berpandangan bahwa manusia adalah aktor yang kreatif dari realitas sosialnya. Artinya, tindakan manusia tak sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, dan sebagainya. Yang kesemuanya itu tercakup dalam fakta sosial, yaitu tindakan yang menggambarkan struktur dan pranata sosial.
Manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol struktur. Serta pranata sosialnya di mana individu berasal. Kemudian manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan dirinya. Melalui respons-respons terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Karena itu, paradigma definisi sosial lebih tertarik terhadap apa yang ada dalam pemikiran manusia. Tentang proses sosial, terutama para pengikut interaksi simbolis. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya.
Sementara dalam penjelasan ontologi paradigma konstruktivis, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian, kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi. Artinya berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial.
Berdasarkan sumber buku Penelitian Kualitatif edisi ke-2 (2017). Berikut adalah penjelasan mengenai perspektif para ahli terhadap karakteristik realitas sosial. Simak dibawah ini, yuk!
Baca juga : Tips Menemukan Sumber-sumber Masalah Penelitian
Perspektif Mengenai Karakteristik Realitas Sosial
Setiap gejala sosial memiliki fenomena yang dapat diungkapkan oleh peneliti. Gejala sosial dimaksud adalah suatu fenomena yang menandakan adanya realitas sosial yang penting untuk diungkapkan. Soetandyo Wignyosoebroto mengatakan bahwa realitas sosial memiliki realitas ganda (double reality). Di satu sisi memiliki realitas fakta sosial, yaitu sistem yang tersusun atas segala apa yang senyatanya di dalam kenyataan yang ada. Kemudian di lain pihak adalah sistem normatif. Yaitu sistem yang berada di dalam mental yang membayangkan segala apa yang seharusnya ada.
Dengan demikian, seperti apa yang dijelaskan oleh Durkheim tentang fakta sosial. Menjadi gagasan dari pernyataan Soetandyo itu adalah bahwa fakta sosial itu terdiri dari dua bentuk. Yaitu fakta-fakta sosial yang kentara dan fakta-fakta sosial yang abstrak atau tak kentara. Atau dengan kata lain, suatu fakta sosial itu merupakan setiap cara berperilaku baik yang tetap. Maupun yang tidak tetap atau setiap cara bertingkah laku yang umum di dalam masyarakat. Pada waktu yang bersamaan tidak tergantung pada manifes individual.” Sztompka” mengatakan bahwa realitas sosial itu ada dua, yaitu realitas potensial dan realitas aktual. Pertama, realitas potensial adalah realitas yang secara potensial dapat diungkapkan oleh peneliti. Melalui pengamatan yang mendalam dan kajian yang panjang. Sedangkan realitas aktual adalah realitas yang dapat langsung diamati melalui penginderaan.
Berger dan Luckmann mengatakan bahwa realitas ada tiga macam, yaitu realitas objektif, realitas subjektif, dan realitas intersubjektif. Melalui proses dialektika ini realitas sosial dapat dilihat dari ketiga tahap tersebut. Sebagai bagian dari tahap eksternalisasi. Dimulai dari interaksi antara pesan iklan dengan individu pemirsa melalui tayangan televisi.
Baca juga : Prosedur Informan dalam Penelitian Kualitatif