Ketika menyaksikan atau membaca sebuah cerita, kamu pasti akan menemukan beberapa tokoh dengan karakter atau watak yang berbeda-beda. Berdasarkan karakter atau wataknya tokoh dibedakan menjadi tiga, yaitu protagonis, antagonis, dan tritagonis.
Nah, pada pembahasan kali ini, kami akan mengulas tentang protaginis. Biasanya tokoh protagonis adalah tokoh yang memiliki sifat baik, serta paling disukai oleh para penonton ataupun pembaca.
Tokoh dengan watak protagonis umumnya menjadi pemeran utama dalam sebuah cerita, film, atau serial. Penasaran dengan asal muasal istilah protagonis? Dan bagaimana ciri-ciri dari karakter ini? Yuk, simak penjelasan lebih lengkapnya di bawah ini.
Baca juga: 7 Jenis Alur Cerita Pengertian Dan Contohnya
Pengertian Protagonis
Istilah protagonis berasal dari bahasa Yunani Kuno πρωταγωνιστής, prōtagōnistḗs yang berarti orang yang memainkan bagian pertama, aktor utama dalam sebuah cerita. Protagonis merupakan pembuat keputusan kunci yang mempengaruhi plot suatu cerita. Tokoh ini sangat berperan dalam alur cerita, dan sering kali digambarkan sebagai karakter yang menghadapi paling banyak konflik dan rintangan.
Sementara menurut KBBI, protagonis adalah tokoh utama dalam cerita rekaan. Biasanya tokoh protagonis digambarkan memiliki karakter dan kepribadian yang baik. Pasalnya tokoh protagonis kerap memiliki sifat dermawan, jujur, rendah hati, pembela, cerdik, pandai, mandiri dan setia kawan.
Mengutip buku ‘Tema 8 SD Kelas 4 Kemendikbud’ protagonis adalah lawan dari tokoh antagonis. Tokoh protagonis dan antagonis dapat ditentukan dengan memperhatikan hubungan antar tokoh dalam cerita. Tokoh protagonis akan selalu ada di awal, tengah, hingga akhir cerita. Peristiwa-peristiwa dalam cerita berfokus pada tokoh protagonis.
Berdasarkan litcharts.com, tokoh protagonis dibagi menjadi empat jenis yaitu pahlawan (hero), anti pahlawan (antihero), protagonis penjahat, dan protagonis pendukung. Jenis tokoh ini ada dalam cerita, serial, dan film sehingga konflik cerita semakin berkembang.
Baca juga: Mengenal Unsur Intrinsik Dan Komponennya
Ciri-Ciri Protagonis
Cara pengarang dalam menggambarkan atau menampilkan watak tokoh, bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
- Secara langsung (analitik): pengarang menampilkan watak tokoh secara langsung yang biasanya dijelaskan dalam teks cerita.
- Secara tidak langsung (dramatik): pengarang menampilkan watak tokoh secara tidak langsung lewat penggambaran tokoh secara tidak langsung, dapat ditemukan melalui: dialog antar tokoh atau percakapan tokoh, pikiran tokoh, ekspresi atau tanggapan tokoh lain, lingkungan tokoh, dan keadaan fisik tokoh.
Dikutip dari modul Bahasa Indonesia Kelas XI oleh Sutji Harijanti, M.Pd, watak dari para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi yang disebut juga dengan watak dimensional.
Adapun tiga dimensi watak tokoh di antaranya.
1. Keadaan Fisik
Diilustrasikan melalui jenis kelamin, umur, ciri-ciri tubuh, cacat jasmani, ciri khas yang menonjol, raut muka, postur tubuh tinggi/pendek, suku bangsa, kurus/gemuk, atau suka tersenyum/cemberut.
2. Keadaan Psikis
Psikologis yang dialami melingkupi mental, moral, watak, kegemaran, temperamental, ambisi, dan keadaan emosi.
3. Keadaan Sosiologis
Digambarkan melingkupi posisi kelas sosial, jabatan, pekerjaan, kelas sosial, ideologi, ras, dan agama.
Dari penggambaran watak tiga dimensi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa ciri-ciri tokoh protagonis adalah:
- Tokoh protagonis sering digambarkan rendah hati, tidak sombong, jujur, setia, dan suka menolong.
- Umumnya bersifat sabar, baik hati, alim dan sebagainya.
- Tokoh protagonis biasanya akan menentukan jalannya cerita.
- Biasa tokoh protagonis akan diperankan oleh tokoh utama atau pemeran utama dalam sebuah cerita.
- Tokoh protagonis mempunyai peran penting dalam pementasan drama.
- Tokoh protagonis akan berperan sebagai orang baik.
Baca juga: Begini Nilai Pesan Moral Cerita Feature
Contoh Tokoh Protagonis
Manik Angkeran adalah putra Sidhimantra, seorang Brahmana. Manik Angkeran dan ayahnya tinggal di Kerajaan Daha, Bali saat Pulau Bali belum terpisah dengan Pulau Jawa. Manik Angkeran suka sekali menghambur-hamburkan harta orang tuanya.
Berulang kali Sidhimantra menasihati anaknya. Namun, Manik Angkeran tidak mau mendengarkan nasihat ayahnya. Harta orang tuanya pun dihabiskan. Bahkan, dia berani berutang kepada orang lain. Pada akhirnya Manik dikejar-kejar penagih utang. Sidhimantra tidak tega. Hartanya sudah habis, tapi Sidhimantra tidak mau anaknya celaka.
Suatu saat, Sidhimantra mendapat petunjuk lewat mimpi untuk meminta pertolongan pada Naga Besukih di Gunung Agung. Naga Besukih adalah naga hijau besar, ekornya penuh dengan emas dan permata. Sidhimantra segera bergegas untuk menemui Naga Besukih di Gunung Agung.
Sidhimantra menjelaskan maksud kedatangannya kepada Naga Besukih. Sidhimantra meminta sedikit harta untuk membayar utang-utang Manik Angkeran. Naga Besukih bersedia untuk membagi sebagian hartanya. Naga Besukih mulai menggoyang-goyangkan ekornya, seketika beberapa emas dan permata pun rontok.
Sayangnya, harta yang didapat ayahnya kembali digunakan Manik Angkeran untuk berfoya-foya. Manik Angkeran yang kehabisan harta akhirnya mencari tahu tempat ayahnya mendapat harta. Seseorang memberitahunya bahwa Sidhimantra memperoleh harta dari Naga Besukih. Manik Angkeran segera menemui Naga Besukih di Gunung Agung seperti yang telah dilakukan ayahnya.
”Naga Besukih, sudilah kiranya kau bagi sedikit hartamu untuk membayar utang-utangku,” kata Manik Angkeran kepada Naga Besukih.
”Aku sudah memberi ayahmu, Sidhimantra emas dan permata. Apakah itu masih kurang?” kata Naga Besukih sedikit kesal.
”Aku mohon, beri aku sedikit lagi hartamu Naga Besukih yang murah hati,” mohon Manik Angkeran kepada Naga Besukih.
”Baiklah, aku akan mengabulkan permintaanmu, asal kau berjanji tidak akan berfoya-foya lagi,” kata Naga Besukih.
Naga Besukih akhirnya luluh. Dia mulai menggoyangkan ekornya. Manik Angkeran silau melihat begitu banyak emas dan permata yang menempel di ekor Naga Besukih. Dia segera memotong ekor Naga Besukih dengan pedang. Namun, Naga Besukih berhasil menghindar.
Dia segera menyemburkan api dari mulutnya sehingga Manik Angkeran terbakar menjadi abu. Sidhimantra yang melihat kejadian itu segera memohon kepada Naga Besukih untuk menghidupkan kembali Manik Angkeran.
”Wahai Naga Besukih, sudikah kau menghidupkan kembali anakku Manik Angkeran? Beri dia kesempatan untuk memperbaiki diri,” mohon Sidhimantra.
”Aku akan menghidupkan Manik Angkeran lagi. Tapi dengan satu syarat, Manik Angkeran tidak boleh pulang bersamamu. Dia harus tinggal bersamaku dan menjadi muridku. Aku akan mengajarkan dia menjadi orang yang baik dan berilmu.” Kata Naga Besukih sambil menghela napas.
”Baiklah, Naga Besukih. Aku serahkan anakku kepadamu untuk dididik menjadi anak yang baik,” jawab Sidhimantra.
Akhirnya, Manik Angkeran hidup kembali. Sidhimantra segera mengeluarkan tongkat dan membuat garis memisahkan dirinya dan anaknya. Garis itu mengeluarkan air yang deras dan memisahkan Gunung Agung dengan sekitarnya. Sampai sekarang, garis itu dikenal sebagai Selat Bali yang memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Bali.
Nah, berdasarkan cerita di atas, maka tokoh dengan watak atau karakter protagonis adalah Sidhimantra dan Naga Besukih. Kedua tokoh tersebut adalah tokoh protagonis dalam cerita Terjadinya Selat Bali, karena mereka memiliki sifat baik, memaafkan, dan juga rela berkorban.
Baca juga: Storytelling: Tips yang Baik dalam Bercerita? Definisi, Fungsi, Struktur, dan Prosesnya
Demikianlah pembahasan mengenai pengertian dan ciri-ciri tokoh protagonis lengkap dengan contohnya. Semoga penjelasan di atas dapat kamu pahami dengan mudah, dan dapat kamu praktikkan ketika hendak membuat karakter dalam sebuah cerita. Apabila kamu masih bimbang dan merasa hanya memiliki sedikit pengetahuan menulis untuk berkarya, kamu bisa lho, mengikuti kursus “Kelas Menulis Memulai Karya”.
Dalam kelas tersebut kamu akan mempelajari teknik menulis esai & opini dasar. Serta bagaimana menemukan ide dan gagasan, membangun argument, bagaimana menata logika kalimat, cara bertutur dalam tulisan dipadukan dengan kekayaan ilustrasi yang riil namun seimbang bersama Ratna Syifa Nastiti, selaku mentor kelas menulis.