Rekonsiliasi fiskal adalah salah satu hal yang harus dilakukan oleh wajib pajak. Proses ini berguna untuk mencocokkan ketika ada hal yang berbeda di antara laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal. Keduanya harus dibuat dan dicocokkan seakurat mungkin sebelum diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak).
Laporan keuangan umumnya dibuat berdasarkan standar akuntansi keuangan yang belum tentu sama dan sesuai dengan peraturan atau ketentuan perpajakan, disinilah peran rekonsiliasi fiskal dibutuhkan.
Bagi Sobat Vocasia yang ingin mengetahui rekonsiliasi fiskal lebih mendalam atau bahkan baru mengenal istilah ini, baca artikel ini sampai tuntas ya! Artikel berikut ini akan menjawab sekaligus menguraikan tentang pengertian, tujuan, jenis, dan tahapan, hingga koreksi fiskal negatif dan positif
Baca Juga: Apa Itu Rekonsiliasi Bank?
Pengertian Rekonsiliasi Fiskal
Rekonsiliasi fiskal atau koreksi fiskal adalah proses pencatatan, penyesuaian, dan pembetulan yang dilakukan karena adanya perbedaan perlakuan atas pendapatan atau laba komersial maupun biaya antara standar akuntansi dan aturan perpajakan yang berlaku.
Dalam artian akuntansinya rekonsiliasi fiskal merupakan salah satu cara untuk dapat mencocokkan adanya beberapa perbedaan yang terdapat dalam laporan keuangan komersial yang telah disusun berdasarkan sistem keuangan akuntansi dan dengan laporan keuangan yang juga telah disusun berdasarkan penyusunan sistem fiskal. Laporan keuangan ini pada umumnya dibuat dengan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia yang umumnya pun belum tentu sama dan sesuai dengan peraturan/ketentuan perpajakan yang ada di Indonesia.
Sedangkan dalam perpajakannya, rekonsiliasi fiskal ini dilakukan untuk menyusun laporan keuangan suatu perusahaan dimana harus sesuai dengan peraturan fiskal yang ada dan kemudian akan dijadikan dasar untuk pembuatan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT PPh) suatu perusahaan yang akan dilaporkan kepada kantor pajak.
Rekonsiliasi fiskal yang terdapat dalam perpajakan memang berbentuk lampiran SPT PPh badan yang di dalamnya berisi tentang penyesuaian antara laba rugi komersial yang dihitung sebelum adanya pajak dengan laba rugi yang sudah dihitung dengan ketentuan perpajakannya, yang disusun atas keseluruhan pengeluaran atau beban dan pendapatan.
Baca juga: Penjelasan Lengkap Jenis-Jenis Pajak Yang Berlaku Di Indonesia
Tujuan Rekonsiliasi Fiskal
Rekonsiliasi fiskal bertujuan untuk mencocokkan perbedaan yang ada dalam laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan yang sudah disusun menggunakan sistem fiskal dan membantu menghitung penghasilan wajib pajak. Laporan keuangan komersial berfungsi untuk menilai keadaan finansial di sektor swasta serta kinerja ekonomi pada umumnya, sedangkan, laporan keuangan fiskal berfungsi dalam menghitung pajak.
Berikut detail penjelasan tujuan rekonsiliasi fiskal:
-
Sebagai alat untuk memenuhi rancangan laporan keuangan
Agar rancangan laporan sesuai dengan aturan dan regulasi yang berlaku, maka perusahaan wajib melakukan koreksi fiskal untuk dapat memastikan tidak adanya kerancuan dan ketidaksesuaian pada laporan yang dibuat.
Baca Juga: Cara Membuat Laporan Laba Rugi Perusahaan Dagang
-
Meminimalisir kesalahan perhitungan pajak
Kesalahan dalam perhitungan pajak dapat merugikan perusahaan. Oleh sebab itu, perusahaan harus lebih teliti dalam rekonsiliasi fiskal dengan informasi transaksi serta penghasilan yang sesuai.
Jenis Rekonsiliasi Fiskal
Rekonsiliasi fiskal dikelompokkan menjadi dua jenis berdasarkan perbedaannya, yaitu:
-
Beda Tetap (permanent different)
Jenis yang pertama yaitu rekonsiliasi beda tetap. Rekonsiliasi beda tetap adalah jenis rekonsiliasi fiskal yang terjadi karena adanya transaksi yang sudah diakui oleh wajib pajak sebagai biaya atau penghasilan atau biaya sesuai standar akuntansi keuangan.
Rekonsiliasi jenis ini adalah perbedaan antara laba yang dikenakan pajak dengan laba akuntansi yang belum terkena pajak yang muncul karena transaksi tidak bisa terhapus otomatis di periode lain menurut UU perpajakan. Laba sebelum pajak disebut juga dengan Earning Before Tax (EBIT) merupakan pendapatan menyeluruh perusahaan sebelum terkena potongan pajak perseroan.
Sedangkan, laba sesudah pajak adalah laba yang diperoleh dari laba kotor yang dikurangi pajak, bunga, dan biaya operasional perusahaan. Selain dua jenis laba tersebut, ada dua jenis laba lainnya yang juga penting dalam penyusunan laporan laba rugi yaitu laba kotor penjualan dan laba operasional.
Laba kotor penjualan merupakan selisih dari harga pokok penjualan dan penjualan bersih. laba kotor penjualan juga belum dikurangi dengan jumlah beban operasional perusahaan dalam suatu periode tertentu. Sedangkan, laba bersih operasional merupakan pengurangan penghasilan kotor penjualan dengan semua biaya produksi, biaya administrasi, biaya penjualan, dan biaya operasional lainnya.
Baca Juga: 8 Karakteristik Laporan Keuangan
-
Beda Waktu (time different)
Jenis ini terjadi karena faktor perbedaan waktu pengakuan baik penghasilan maupun biaya antara sistem akuntansi dan sistem perpajakan. Dalam hal ini, pengakuan penghasilan pada akuntansi komersial diterima setelah lebih dari satu tahun, sedangkan menurut undang-undang perpajakan, penghasilan tersebut harus diakui pada saat yang diterima sekaligus.
Perbedaan ini menyebabkan adanya pencatatan atas kewajiban pajak yang ditangguhkan yang sementara ini dapat dikurangkan dan dapat menyebabkan pencatatan pada aktiva pajak yang ditangguhkan itu sendiri. Jadi, transaksi pajak dan transaksi akuntasi komersialnya sama tetapi waktu alokasi biayanya berbeda.
Baca juga: Yuk Kenalan Dengan Profesi Akuntan Pajak!
Tahapan Rekonsiliasi Fiskal
Rekonsiliasi fiskal tidak dapat dilakukan dengan asal tetapi harus dilakukan melalui beberapa tahapan. Berikut tahapan rekonsiliasi fiskal:
- Melakukan pengenalan terlebih dahulu untuk menyesuaikan fiskal yang diperlukan.
- Melakukan analisa elemen yang sesuai agar bisa menentukan pengaruh elemen tersebut terhadap laba usaha yang sudah terkena pajak.
- Melakukan koreksi fiskal dengan cara memantau angka-angka koreksi fiskal positif dan negatif.
- Membuat susunan laporan keuangan berdasarkan fiskal yang nantinya digunakan sebagai lampiran SPT tahunan pajak penghasilan.
Baca Juga: Arbitrase : Pengertian, Prosedur, Jenis-Jenis
Koreksi Negatif dan Positif Rekonsiliasi Fiskal
Koreksi fiskal positif merupakan koreksi yang mengakibatkan laba fiskal bertambah atau rugi fiskal berkurang, bisa diartikan juga bahwa laba fiskal akan lebih besar dari laba komersial. Terjadinya koreksi fiskal ini karena disebabkan adanya beberapa hal yaitu dengan adanya biaya yang dibebankan untuk kepentingan wajib pajak itu sendiri, adanya imbalan sehubungan dengan pekerjaan ataupun jasa, adanya dana cadangan, adanya pajak penghasilan yang terjadi, adanya sebagian atau keseluruhan harta yang dihibahkan, adanya gaji yang dibayarkan langsung kepada pemilik serta terjadinya selisih penyusutan atau amortisasi komersial.
Sedangkan koreksi fiskal negatif sendiri merupakan koreksi yang mengakibatkan laba fiskal berkurang atau rugi fiskal bertambah, yang bisa diartikan juga bahwa laba fiskal lebih kecil dari laba komersial.
Tidak hanya dengan koreksi fiskal positif, namun dalam koreksi fiskal negatif juga disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya selisih yang terjadi diantara komersial yang ada di bawah penyusutan fiskal, adanya penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan final dan penghasilan tersebut tidak termasuk kedalam objek pajak namun termasuk kedalam peredaran usaha, serta adanya penyusutan fiskal negatif lainnya.
Baca Juga: Days Sales Outstanding Adalah: Pengertian, Cara Menghitung, Dan Contoh
Bagaimana Sobat Vocasia, apakah kalian sudah memahami tentang rekonsiliasi fiskal? Kesimpulannya, koreksi fiskal sangat erat kaitannya dengan persiapan dan penghitungan pajak terutang selama satu tahun, terutama bagi wajib pajak.
Oleh karena itu, pemahaman atas rekonsiliasi fiskal ini sangat penting. Hal tersebut menjadi alasan terkuat mengapa akuntan yang membuat rekonsiliasi atau koreksi fiskal juga harus tahu cara menghitung PPh karena pengetahuan tersebut berguna untuk membayar PPh untuk beberapa pasal perpajakan, seperti pasal 22, pasal 23, pasal 24, pasal 29, dan lainnya.
Baca juga: Pahami Persamaan Dan Perbedaan Dalam Akuntansi Keuangan Dan Pajak