Pengertian Feminisme
Feminisme adalah serangkaian gerakan sosial, politik, dan ideologis yang berusaha membangun dan mencapai kesetaraan gender di semua bidang, mulai dari bidang politik, ekonomi, pribadi, dan sosial. Terlalu sering, banyak orang salah paham bahwa feminisme adalah ideologi yang membenci laki-laki. Padahal, baik laki-laki maupun perempuan sama-sama diuntungkan bila tidak ada hubungan yang timpang di antara keduanya.
Dalam feminisme, terdapat berbagai jenis aliran dengan perspektif yang berbeda tentang berbagai masalah sosial dan politik. Oleh karena itu, wajar jika ada perbedaan pendapat di kalangan kelompok feminis terhadap berbagai isu.
Sejarah Feminisme
Feminisme adalah bagian dari sejarah kemerdekaan dan revolusi Indonesia. Kata feminisme memang kurang populer pada masa awal perjuangan kemerdekaan karena adanya tuntutan untuk menjadi nasionalis dan pribumi dengan menolak hal-hal yang berbau Barat seperti Marxisme, yang diadaptasi oleh Soekarno menjadi Marhaenisme dan feminisme menjadi emansipasi. Tapi pada prinsipnya sama, yaitu kesetaraan bagi para perempuan di wilayah Hindia Belanda yang bergerak menjadi Indonesia.
Gerakan-gerakan feminis di Indonesia sejak awal sudah muncul beragam dan saling melengkapi, mulai dari gerakan perempuan Islam Aisyiyah dari Muhammadiyah, Perhimpunan Istri Sedar, Wanita Katolik, Wanita Taman Siswa, dan lain-lainnya. Kelas menengah terdidik ini mendorong perempuan untuk bersatu dan aktif secara politik dalam berbagai organisasi.
Selama revolusi organisasi perempuan menjadi penolong penting mulai dari menjadi menteri, mengorganisir Palang Merah, sekolah, program kesehatan, hingga kegiatan ekonomi arisan yang menyelamatkan kondisi keuangan di masa paceklik penjajahan Jepang. Tapi segera setelah situasi dapat terkendali gerakan perempuan dipaksa ‘mundur’ karena dilihat sebagai pesaing dalam pandangan lelaki. Sebab, gerakan perempuan mampu mengurus persoalan personal menjadi politis dan publik.
Melompat ke masa Orde Baru gerakan perempuan politik-praktis dibabat habis dan organisasi perempuan dikerdilkan menjadi satu alur dengan ideologi gender ibuisme yakni perempuan sebagai alat reproduksi sosial melalui organisasi Dharma Wanita dan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Dalam periode ini, muncul CEDAW (Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan) yang memulai babak baru dalam sejarah pergerakan perempuan. CEDAW memberikan kesempatan dan landasan hukum perempuan dengan hak asasinya yang berbeda dengan laki-laki.
Organisasi-organisasi perempuan baru mulai bermunculan dan mengangkat isu tentang seksualitas dan penghapusan kekerasan termasuk kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan seksual. Lahir pada 1985, Kalyanamitra adalah organisasi pertama yang berdiri mandiri dan mengusung isu tersebut, disusul dengan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK).
Kekerasan terhadap perempuan mencapai puncaknya dengan berdirinya Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada tahun 1998 sebagai respons atas perkosaan massal terhadap perempuan Tionghoa.
Setelah tahun 2010, gerakan feminis memperluas definisi tentang gender perempuan dan mulai memasukkan identitas gender non-maskulin dan isu seksualitas. Komnas Perempuan adalah organisasi yang paling maju dalam mendefinisikan perempuan karena tidak terbatas pada kategori biologis tapi juga sosiologis.
Aliran Feminisme
1. Feminisme Liberal
Feminisme liberal menitikberatkan pada kebebasan individu bagi perempuan. Di awal kemunculannya pada abad 19-20, perjuangan aliran feminis ini lebih mengarah pada hak individu perempuan dalam ranah politik, ekonomi, dan lingkup sosial. Feminisme liberal sendiri terbagi menjadi dua bagian yaitu, feminisme liberal klasik dan egalitarian.
2. Aliran Feminisme Radikal
Jangan jiper dulu mendengar kata radikal, karena kata radikal sendiri berarti hal-hal yang mendasar. Feminisme radikal adalah aliran feminisme yang berfokus pada hal-hal mendasar atas ketimpangan yang dialami oleh perempuan. Di dalam aliran feminisme radikal juga ada dua sudut pandang berbeda: feminis radikal libertarian dan feminisme radikal kultural.
Aliran feminisme ini percaya bahwa identitas gender feminin membatasi perempuan untuk berkembang sebagai manusia seutuhnya, dan menganggap musuh utama perempuan adalah patriarki.
3. Aliran Feminisme Marxis-Sosialis
Seperti namanya, aliran feminisme ini berfokus untuk membebaskan perempuan dari pengotakan kelas, patriarki, seks, serta kapitalisme. Aliran ini muncul berdasarkan isu kaum pekerja perempuan dalam lingkup domestik dan publik dalam mengampanyekan pengupahan kerja domestik bagi perempuan, sosialisasi pekerjaan rumah tangga serta pengasuhan anak.
4. Aliran Feminisme Psikoanalis Gender
Kemunculan aliran ini merupakan perlawanan atas tokoh Psikoanalis, Sigmund Freud. Freud mengatakan bahwa perempuan mengalami “penis envy” atau iri terhadap laki-laki karena tidak memiliki penis, dan akibatnya merasa diri mereka inferior dibandingkan laki-laki.
5. Aliran Feminisme Eksistensialis
Feminisme eksistensialis masuk dalam gelombang kedua feminisme dan berkembang pada tahun 1940. Aliran feminisme ini sangat mendukung perempuan untuk bebas mendefinisikan makna keberadaannya di dunia ini. Aliran ini juga mengajak perempuan untuk menjadikan dirinya sebagai subjek yang diinginkan, alih-alih menjadi objek.
6. Aliran Feminisme Pasca-Modern
Disebut juga sebagai “feminisme bagi kalangan akademis”, aliran ini sulit dimengerti dan dianggap tidak terlibat dalam perjuangan revolusioner sungguhan, seperti protes, boikot, serta demonstrasi. Aliran ini membalikkan keadaan dengan merayakan penindasan yang diterima.
Aliran ini menerima kembali feminitas kepada perempuan seperti konstruksi gender dalam masyarakat, merayakan keliyanan (otherness) perempuan melalui cara berada, berpikir, keterbukaan, keberagaman, serta perbedaan.
7. Aliran Feminisme Multikultural dan Global
Aliran ini mengenalkan pada cara pandang bahwa perempuan itu heterogen namun mempunyai beragam irisan yang bertaut seperti umur, status sosial ekonomi, pendidikan, agama, budaya, kewarganegaraan, dan lokasi. Tiap kelompok perempuan merasakan penindasan yang berbeda seiring dengan beragamnya pengalaman dan identitas mereka. Pengalaman tersebut merupakan sebuah pengalaman global, bukan lagi pengalaman komunal dan bentuknya sangat berlapis-lapis.
8. Aliran Ekofeminisme
Aliran ini menitikberatkan pada hubungan perempuan secara spiritual terhadap ekologi di sekitarnya. Dalam aliran ini posisi perempuan sebagai “perawat” yang lebih membutuhkan, dan lebih dekat serta peka dengan alam ketimbang laki-laki. Seperti perempuan, alam pun “digarap”, “diperkosa” serta “dieksploitasi” oleh kapitalisme yang didominasi oleh laki-laki.
Baca juga: Kenali Coping Mechanism Yang Sehat Dan Tidak Sehat