Apabila ilmu politik dipandang semata-mata sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu sosial yang memiliki dasar, rangka, fokus dan ruang-lingkup yang sudah jelas, maka dapat dikatakan bahwa ilmu politik masih muda usianya, karena baru lahir pada akhir abad ke-19.
Pada tahap itu ilmu politik berkembang secara pesat berdampingan dengan cabang-cabang ilmu sosial lainnya, seperti sosiologi, anthropologi, dan psykhologi, dan dalam perkembangan in mereka saling mempengaruhi.
Akan tetapi, apabila ilmu politik ditinjau dalam rangka yang lebih luas, yaitu sebagai pembahasan secara rasionil dari berbagai bagai aspek negara dan kehidupan politik, maka ilmu politik dapat dikatakan jauh lebih tua umurnya; malahan ia sering di namakan “ilmu sosial yang tertua” di dunia. Pada taraf perkembangan itu ilmu politik banyak bersandar pada sejarah dan filsafat.
Baca Juga | Definisi-Definisi Ilmu Politik
Di Yunani Kuno misalnya, pemikiran mengenai negara sudah dimulai pada tahun 450 s.M., seperti terbukti dalam karya-karya ahli sejarah seperti Herodotus, atau filsuf-filsuf seperti Plato, Aris toteles, dan sebagainya.
Di Asia ada beberapa pusat kebudayaan, antara lain India dan Cina, yang telah mewariskan tulisan-tulisan politik yang bermutu. Tulisan-tulisan dari India terkumpul antara lain dalam kesusasteraan Dharmasastra dan Arthasastra yang berasal dari masa kira-kira 500 s.M.
Di antara filsuf Cina yang terkenal ialah Confucius atau K’ung Fu Tzu (+ 500 s.M.), MenCius (‡ 350 s.M.) dan mazhab Legalists (antara lain Shang Yang ‡ 350 s.M.).
Di Indonesia kita mendapati beberapa karya tulisan yang membahas masalah sejarah dan kenegaraan, seperti misalnya Negara kertagama yang ditulis pada masa Majapahit sekitar abad ke-13 dan ke-15 M. dan Babad Tanah Jawi.
Sayanglah bahwa di negara-negara Asia tersebut kesusasteraan yang mencakup bahasan politik mulai akhir abad ke-19 telah mengalami kemunduran karena terdesak olen pemikiran Barat yang dibawa oleh negara-negara seperti Ingeris, Jerman, Amerika Serikat dan Belanda dalam rangka imperialisme.
Di negara-negara benua Eropa seperti Jerman, Austria dan Perancis, bahasan mengenai politik dalam abad ke-18 dan ke-19 banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum dan karena itu fokus perhatiannya adalah negara semata-mata.
Bahasan mengenai negara termasuk kurikulum Fakultas Hukum sebagai matakuliah lmu Negara (Staatslehre). Di Inggris permasalahan politik dianggap termasuk filsafat, terutama moral philosophy, dan bahasannya dianggap tidak dapat dilepaskan dari sejarah. Akan tetapi dengan didirikannya Ecole Libre des Sciences Politiques di Paris (1870) dan London School of Economics and Political Science (1895) ilmu politik untuk pertama kali dalam negara-negara tersebut dianggap sebagai disiplin tersendiri yang patut mendapat tempt dalam kurikulum perguruan tinggi. Namun demikian, pengarh dari ilmu hukum, filsafat dan sejarah sampai Perang Dunia II masih tetap terasa. Perkembangan yang berbeda terjadi di Amerika Serikat.
Mula-mula tekanan yuridis seperti yang terdapat di Eropa mempengaruhi bahasan masalah politik, akan tetapi lama-lama timbul hasrat yang kuat untuk membebaskan diri dari tekanan yuridis itu dan lebih mendasarkan diri atas pengumpulan data empiris.
Kebetulan perkembangan selanjutnya bersamaan waktunya dengan perkembangan sosiologi dan psykhologi, sehingga kedua cabang ilmu sosial in banyak mempengaruhi metodologi dan terminologi ilmu politik.
Baca Juga | Bidang-Bidang yang Terkandung Dalam Ilmu Politik
Pada tahun 1858 seorang sarjana kelahiran Jerman, Francis Lieber, diangkat sebagai guru-besar dalam sejarah dan ilmu politik di Columbia College, dan kejadian in di Amerika dianggap sebagai pengakuan pertama terhadap ilmu politik sebagai ilmu tersendiri. Perkembangan selanjutnya berjalan secara cepat, yang dapat dilihat juga dari didirikannya American Political Science Association (APSA) pada tahun 1904. Sesudah Perang Dunia I perkembangan ilmu politik semakin pesat.
Di Negeri Belanda, di mana sampai waktu itu penelitian mengenai negara dimonopoli oleh Fakultas Hukum, didirikan Faculteit der Sociale en Politieke Wetenschappen (sekarang namanya Faculteit der Sociale Wetenschappen) pada tahun 1947 di Amsterdam.
Di Indonesia pun didirikan fakultas-fakultas yang serupa, yang dinamakan Fakultas Sosial dan Politik (seperti pada Universitas Gajah Mada, Yogyakarta) atau Fakultas Ilmu-ilmu Sosial (seperti pada Universitas Indonesia, Jakarta) di mana Ilmu Politik merupakan Departemen tersendiri.
Akan tetapi, oleh karena pendidikan tinggi ilmu hukum sangat maju, tidaklah mengherankan apabila pada permulaan perkembangannya, ilmu politik di Indonesia terpengaruh secara kuat oleh ilmu itu. Akan tetapi dewasa in konsep-konsep ilmu politik yang baru berangsur-angsur mulai dikenal.
Sementara itu perkembangan ilmu politik di negara-negara Eropa Timur memperlihatkan bahwa pendekatan tradisionil dari segi sejarah, filsafat dan yuridis mash digunakan hingga dewasa ini.
Pesatnya perkembangan ilmu politik sesudah Perang Dunia II tersebut juga disebabkan karena mendapat dorongan kuat dari beberapa badan internasional, terutama UNESCO.
Terdorong oleh tidak adanya keseragaman dalam terminologi dan metodologi dalam Ilmu Politik, UNESCO dalam tahun 1948 menyelenggarakan suatu survey mengenai kedudukan ilmu politik dalam kira-kira 30 negara. Proyek ini, yang dipimpin oleh W. Ebenstein dari Princeton University Amerika Serikat, kemudian dibahas ole beberapa ahli dalam suatu pertemuan di Paris dan menghasilkan buku Contemporary Political Science (1948).
Sebagai tindak-lanjutnya UNESCO bersama International Political Science Association (IPSA) yang didirikan pada tahun 1949, menyelenggarakan suatu penelitian secara mendalam yang mencakup kira-kira 10 negara, di antaranya negara-negara Barat besar, di samping India, Mexico dan Polandia. Pada tahun 1952 laporan-laporan in dibahas dalam suatu konferensi di Cambridge, Inggris, dan hasilnya disusun oleh W.A Robson dari London School of Economics and Political Science dalam buku The University Teaching of Social Sciences: Political Science.
Buku ini merupakan bagian dari suatu rangkaian penerbitan UNESCO mengenai pengajaran beberapa ilmu sosial (termasuk ekonomi, anthropologi budaya dan kriminologi) di perguruan tinggi.
Kedua karya ini merupakan usaha internasional untuk membina perkembangan ilmu politik dan mempertemukan pandangan yang berbeda-beda.
Baca Juga | Cara Jadi Data Scientist Tanpa Pengalaman Kerja
Leave a Reply