Sebagai sebuah cerita, feature memiliki anatomi atau susunan kerangka cerita yang tidak sulit dan rumit. Sederhana sekali. Susunan bangunan dari cerita feature terdiri atas, judul, intro, perangkai, tubuh dan penutup. Bahkan secara garis besar, susunan feature terbagi kedalam tiga bagian saja. Pembukaan, penceritaan, dan penutup. Bagian pembukaan disebut intro. Kemudian, bagian penceritaan dinamakan tubuh cerita. Sedangkan bagian penutup, lazim disebut dengan klimak. Dalam hal ini kita akan membahas mengnai bagian penutup dari cerita feature.
Memulai dan menutup cerita fiksi, bisa disebut sama mudahnya, bisa juga dikatakan sama sulitnya. Inilah antara lain yang membedakan dunia sastra dengan dunia yang lain. Pada dunia sastra, unsur kreativitas, fantasi, dan daya imajinasi seniman, berperan sangat menentukan. Namun, pada dunia yang lain, seperti pada berbagai bidang pekerjaan yang lebih mengutamakan pelatihan dan unsur keterampilan. Justru unsur rutinitas, produktivitas, dan standar kualitas yang dijadikan sebagai rujukan.
Cerita feature adalah hasil karya kreatif wartawan yang bersifat ekspresif. Ia merujuk kepada kaidah dan etika dasar sastra. Kecuali ia, berpijak pada fakta peristiwa, juga mengandalkan kemampuan imajinasi, fantasi. Sekaligus ketelitian dalam melakukan rekonstruksi dari sang wartawan. Di sini, wartawan melakukan peran ganda, sebagai jurnalis sekaligus seorang cerpenis. Peran ganda itulah yang sangat diperlukan wartawan, antara lain ketika memulai dan menutup feature.
Bedasarkan buku Jurnalistik Indonesia (2017). Menurut Williamson, terdapat empat jenis penutup dalam cerita feature. Berikut dibawah ini penjelasan, secara lengkapnya. Simak dibawah ini yuk!
- Baca Juga : Arti, Definisi, dan Karakteristik Feature
- Baca Juga : 4 Ciri Utama Cerita Feature, Lengkap Beserta Penjelasannya
5 Teknik Menutup Cerita Feature
1. Penutup Ringkasan
Dalam penutup ini bersifat ikhtisar, hanya mengikuti ujung-ujung bagian cerita yang lepas-lepas dan menunjuk kembali ke intro. Penutup ringkasan dimaksudkan untuk membimbing pembaca, pendengar, atau pemirsa, untuk mengingat kembali pokok-pokok cerita yang sudah diuraikan.
2. Penutup Penyengat
Biasanya, penutup yang mengagetkan bisa membuat pembaca seolah-olah terlonjak. Penulis hanya menggunakan tubuh cerita untuk menyiapkan pembaca pada kesimpulan yang tidak terduga-duga. Kemudian, penutup seperti ini. Mirip dengan kecenderungan film modern yang menutup cerita dengan mengalahkan orang “yang baik-baik” oleh “orang jahat”.
Dalam dunia balap sepeda motor seperti GP500, teknik ini disebut sebagai gaya menyalip di tikungan. Sering tak terduga, baik untuk yang disalip, maupun untuk publik penonton yang menyaksikannya. Pesan inti cerita ditegaskan kembali dalam kalimat atau redaksi yang berbeda. Akhirnya pembaca, pendengar, atau pemirsa. Di nyakinkan tentang apa yang seharusnya dipikirkan atau dilakukan. Setidak-tidaknya, ia tidak memetik kesimpulan yang keliru.
3. Penutup Klimaks
Dalam penutup ini sering ditemukan pada cerita yang ditulis secara kronologis. Ini seperti sastra tradisional. Hanya saja dalam feature, penulis berhenti bila penyelesaian cerita sudah jelas, dan tidak menambah bagian setelah klimaks seperti cerita tradisional. Dalam teknik penutup klimaks, setiap badan dan adegan dipersiapkan dengan matang untuk mencapai ke satu titik. Tidak boleh terjadi penyimpangan sedikit pun. Titik itu adalah klimaks.
Dalam cerpen, teknik klimaks menggunakan alur dan pola tradisional dengan menyertakan enam unsur pokok pengenalan tokoh dan penataan adegan (exposition). Kemudian pemunculan masalah dan pertentangan (complication), penekanan pada ketegangan mulai memuncak (rising action). Lalu penunjukan titik krisis yang paling mendebarkan untuk mencapai klimaks (turning point). Serta penjelasan singkat tentang akhir cerita (ending).
4. Penutup Menggantung
Penulis dengan sengaja mengakhiri cerita dengan menekankan pada sebuah pertanyaan pokok yang tidak terjawab. Selesai membaca, pembaca tetap tidak mengetahui dengan jelas apakah tokoh cerita menang atau kalah. Ia menyelesaikan cerita sebelum mencapai klimaks. Karena penyelesaiannya memang belum diketahui, atau karena penulisnya sengaja ingin membuat pembaca tergantung-gantung.
Seorang penulis harus hati-hati dalam menilai ending cerita. Menimbang-nimbangnya apakah penutup itu merupakan akhir yang logis bagi cerita itu. Bila merasakan bahwa ending-nya lemah atau tidak wajar. Maka cukup melihat beberapa paragraf sebelumnya, untuk mendapat penutup yang sempurna dan masuk akal. Menulis penutup feature sebenarnya termasuk gampang. Kembalilah kepada peranan “tukang cerita” dan biarkanlah cerita anda mengakhiri dirinya sendiri secara wajar. Seorang wartawan profesional selaku berusaha bercerita dengan lancar, masuk akal, dan tidak dibuat-buat.
5. Penutup Ajakan Bertindak
Pada paragraf terakhir, penulis memetakan tentang tingkat kerumitan persoalan dan memetakan kembali jalan-jalan yang harus atau sudah dilalui. Setelah itu barulah penulis melontarkan saran, imbauan, seruan, atau ajakan kepada pembaca, pendengar, atau pemirsa. Untuk melakukan suatu tindakan tertentu yang dianggap relevan dan sangat mendesak. Dalam penutup jenis ini terutama digunakan mencari dan memecahkan suatu persoalan.
Kemudian, penutup jenis ini juga biasa dipilih untuk peristiwa yang mengancam keamanan dan keutuhan masyarakat atau bangsa. Seperti pada kasus-kasus unjuk rasa masif, pertentangan etnis, konflik berkepanjangan, kerusuhan, perang. Nah, itu tadi penjelasan mengenai lima teknik menutup cerita feature. Bagaimana menurutmu? komen dibawah ya!