Pernahkan kita mendengar kata-kata bahwa moralitas bangsa Indonesia sudah bobrok!. Pernyataan ini sering kita dengar jika dikaitkan dengan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang semakin mengalami peningkatan. Para elite politik yang awalnya getol selalu menyuarakan pemberantasan KKN. Selang beberapa waktu kemudian terdiam. Hal ini disebabkan mereka juga ikut menikmati hasil KKN tersebut. Termasuk komentar bahwa mereka rela untuk saling mengklaim diri yang paling benar dan menyalahkan pihak lain. Bagaimanapun caranya dia lakukan untuk kepentingan politik.
Sebelum membahas etika komunikasi massa, perlu digaris bawahi tentang pengertian etika. Di samping itu, juga perlu diketahui pengertian moral. Kata moral berasal dari bahasa Latin Mores. Mores berasal dari kata mos yang berarti kesusilaan, tabiat, atau kelakuan. Dengan demikian, moral bisa diartikan sebagai ajaran kesusilaan. Intinya, moralitas berarti hal mengenai kesusilaan. Selain itu, moral juga berarti ajaran tentang baik-buruk perbuatan dan kelakuan. Dari asal katanya bisa ditarik kesimpulan bahwa moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan. Yang memuat ajaran tentang baik buruknya perbuatan. Jadi, perbuatan dinilai sebagai perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk.
Sementara itu, etika dengan sendirinya bisa diartikan sebagai ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia. Hal tersebut dapat dinilai, mana yang baik dan mana yang jahat. Berdasarkan sumber buku Komunikasi Massa (2015). Berikut adalah penjelasan mengenai etika komunikasi massa. Simak dibawah ini, yuk!
Baca Juga : 9 Model Komunikasi Massa Menurut para Ahli
Etika Komunikasi Massa
1. Tanggung Jawab
Jurnalis atau orang yang terlibat dalam proses komunikasi massa. Harus mempunyai tanggung jawab dalam pemberitaan atau apa yang disiarkan. Apa yang diberitakan oleh media massa harus bisa dipertanggungjawabkan. Jadi, jurnalis tidak sekadar menyiarkan informasi tanpa bertanggung jawab terhadap dampak yang ditimbulkannya. Karena, tanggung jawab ini bisa ditujukan pada Tuhan, masyarakat, profesi, atau dirinya masing-masing.
Jika pemberitaannya mempunyai konsekuensi merugikan masyarakat. Pihak media massa harus ikut bertanggung jawab dan bukan menghindarinya. Termasuk yang tidak cukup adalah sekadar memberikan “pledoi” tanpa dasar hanya untuk membela diri. Jika dampak itu sudah merugikan masyarakat secara perdata atau pidana. Media massa harus bersedia bertanggung jawab seandainya pihak yang dirugikan tersebut
protes ke pengadilan. Hal ini ditempuh jika jalan kompromi antara pihak yang dirugikan dengan media massa sudah tidak bisa dilakukan lagi.
Tentunya tanggung jawab mempunyai dampak positif. Dampak positif yang terasa adalah media massa akan berhati-hati untuk menyiarkan dan menyebarkan informasinya. la tidak bisa seenaknya saja memberikan informasi yang tidak benar.
2. Kebebasan Pers
Setelah tanggung jawab tersebut tidak berarti bahwa media tidak boleh mempunyai kebebasan. Tanggung jawab tidak berarti pengekangan. Karena, kebebasan pers ini mutlak harus dimiliki media massa. Dengan kata lain, kebebasan dan tanggung jawab sama-sama penting. Oleh karena itu, kita sering mendengar istilah kebebasan yang bertanggung jawab. Semua orang, termasuk jurnalis boleh bebas. Tetapi bebas disini harus bisa dipertanggungjawabkan, dan bukan bebas sebebas-bebasnya.
Namun demikian, kebebasan tetaplah penting. Sebab. hanya dengan kebebasanlah berbagai informasi bisa tersampaikan ke masyarakat. Media massa yang tidak mempunyai kebebasan dalam menyiarkan beritanya. Ibarat sudah.kehilangan sifat dasarnya. Bagaimana mungkin ia akan bisa memberitakan “kebobrokan” di masyarakat tanpa ada kebebasan pers. Serta bagaimana seorang pejabat yang korup akan diketahui sebagai seorang koruptor. Tanpa ada kebebasan yang dimiliki pers untuk mengungkap dan menyiarkannya.
Oleh karena itu, tidak boleh ada pengekangan apapun terhadap kebebasan pers. Pemerintah juga tidak mempunyai.hak untuk campur tangan dalam media massa. Apapun.alasannya.Alasan pemerintah bisa jadi ikut membina pers atau.menyelesaikan sengketa pers. Namun lambat atau cepat jika dibiarkan berlarut-larut, bukan mustahil pers akan kehilangan kebebasannya. Berbagai proses penghambatan pers di dalam usaha untuk menyiarkan berita sudah selayaknya dihilangkan.
3. Masalah Etis
Arti dari masalah etis disini adalah bahwa jurnalis itu harus bebas dari kepentingan. la mengabdi pada kepentingan umum. Meskipun mengabdi pada kepentingan umum, itu berarti kepentingan juga. Masalahnya, pers sebenarnya memang tidak akan bisa lepas dari kepentingan. Yang bisa dilakukan adalah menekannya. Sebab, tidak ada ukuran pasti seberapa jauh kepentingan itu tidak boleh terlibat dalam pers.
Hadiah, perlakuan istimewa, biaya perjalanan dapat mempengaruhi kerja jurnalis. Maka dari itu, seorang jurnalis harus berani menolaknya. Tanpa kemampuan tersebut kerja jurnalis akan direndahkan. Apalagi saat ini, semakin marak “budaya amplop” atau “wartawan bodrex”. Yakni, jurnalis yang senang dengan amplop.
4. Ketepatan dan Objektivitas
Disini, ketepatan dan objektivitas berarti dalam menulis berita. Wartawan harus akurat (accuracy), cermat, dan diusahakan tidak ada kesalahan. Sementara itu, objektivitas adalah pemberitaan yang didasarkan fakta-fakta di lapangan, bukan opini wartawannya. Namun demikian, objektivitas saja belum cukup, sebab bisa jadi seorang wartawan sudah menulis berdasarkan fakta. Tetapi nilai keadilan bagi yang diliput belum ada. Sekadar contoh adalah ketika seorang wartawan memberitakan kasus konflik. ia tidak hanya berdasarkan fakta, tetapi meliput secara seimbang dua pihak yang berkonflik. Dengan disertai niat untuk mendamaikan keduanya.
5. Tindakan Adil untuk Semua Orang
Dalam hal ini, upaya tindakan adil media massa adalah sebagai berikut:
- Pertama, media berita harus melawan campur tangan individu dalam medianya. Artinya, pihak kedua harus berani melawan keistimewaan yang diinginkan seorang individu dalam medianya.
- Kedua, media berita tidak boleh menjadi “kaki tangan” pihak tertentu yang akan mempengaruhi proses pemberitaannya. Kemudian dalam peliputan tentang kejahatan, media harus mewakili kebenaran dan kepentingan publik. Bukan mewakili salah satu pihak yang terlibat.
- Ketiga, media berita mempunyai kewajiban membuat koreksi lengkap dan tepat. Jika terjadi ketidaksengajaan kesalahan yang dibuat. Selain itu media massa harus fair play juga, terhadap kesalahan yang terjadi, dan tidak menutup-nutupinya.
- Keempat, wartawan bertanggung jawab atas laporan beritanya kepada publik. Sementara publik sendiri harus berani menyampaikan keberatannya pada media. Dialog dengan pembaca, pendengar, atau penonton sudah selayaknya dilakukan. Tujuannya untuk membantu pengembangan media ke arah yang lebih baik.
- Kelima, media tidak perlu melakukan tuduhan yang bertubi-tubi pada seseorang atas suatu kesalahan. Tanpa memberi kesempatan tertuduh untuk melakukan pembelaan dan tanggapan.
Nah, itu tadi penjelasan mengenai etika komunikasi massa. Bagaimana pendapatmu? komen dibawah, ya!
Baca Juga : Begini Realitas Pelaksanaan Etika Komunikasi Massa
Leave a Reply