Tanggal:08 November 2024

7 Unsur-unsur Pokok Cerita Feature, Lengkap Beserta Penjelasannya

Sebagai sebuah cerita, feature dibangun dengan berpijak kepada berapa unsur pokok. Dalam cerita pendek, unsur-unsur pokok itu meliputi: karakter, mood atau suasana, tema, gaya, sudut pandang (point of view), dan setting. Menurut kritikus sastra Jakob Sumardjo, seorang pengarang terikat pada unsur-unsur meskipun ia bisa mencari variasi tersendiri. Seorang penulis bisa menekankan pada karakter atau tema, tapi ia tak bisa melepaskan diri dari unsur-unsur yang lain.

Bedasarkan buku Jurnalistik Indonesia (2017). Berikut adalah penjelasan mengenai tujuh unsur-unsur pokok cerita feature. Simak dibawah ini, ya!

7 Unsur-unsur Pokok Cerita Feature

1. Tema

Tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekadar mau bercerita, melainkan mau mengatakan sesuatu kepada pembacanya. Sesuatu yang mau dikatakannya itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini. Bisa juga sebagai komentarnya terhadap kehidupan ini. Kejadian dan perbuatan tokoh cerita, semuanya didasari oleh ide pengarang tersebut. Mencari arti sebuah cerpen, pada dasarnya mencari tema yang dikandung oleh cerpen tersebut. Jadi pengarang tidak menyatakan secara jelas tema karangannya. Tetapi merasuk, menyatu dalam semua unsur cerpen.

Dalam feature, ide sering muncul dari berbagai peristiwa berita yang sifatnya aktual dan faktual. Ide tidak diperoleh lewat imajinasi, tetapi dipetik dari informasi, hasil penelusuran referensi, kerja observasi, pilihan visitasi. Serta proses konfirmasi ke suatu atau berbagai pihak yang terkait. Perbuatan tokoh cerita, dalam feature tidak bersumber pada hasil imajinasi wartawan seperti halnya pada cerpen. Namun, perbuatan tokoh cerita, pada feature justru merupakan hasil sikap dan perilakunya sendiri.

Wartawan sebagai penulis feature, sama sekali tak terlibat, dan memang tidak boleh terlibat, untuk melakukan suatu tindakan apa pun. Wartawan, sebagai penulis cerita. Hanya berhak melakukan rekonstruksi dan visualisasi atas apa yang dilakukan tokoh cerita sesuai dengan setting peristiwa yang terjadi.

2. Sudut Pandang

Sudut pandang (point of view) pada dasarnya adalah visi pengarang. Artinya sudut pandang yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Dalam hal ini harus dibedakan dengan pandangan pengarang sebagai pribadi. Sebab sebuah cerpen sebenarnya adalah pandangan pengarang terhadap kehidupan. Pengarang yang pandai akan menentukan pilihan siapa yang harus bercerita dalam cerpennya. Sehingga mencapai efek yang tepat pada ide yang akan dikemukakannya. Ada empat sudut pandang yang asasi, yakni:

  • Omniscient point of view (sudut penglihatan yang berkuasa),
  • Objective point of view (sudut pandang objektif),
  • Point of view (orang pertama) dan,
  • Point of view (peninjau).

Cerita feature, dengan merujuk kepada sudut pandang tersebut, umumnya lebih menyukai sudut penglihatan yang berkuasa (omniscient point of view). Untuk lebih mudahnya, sebut saja sudut pandang orang ketiga.

3. Plot

Plot bukan jalan cerita. Jalan cerita hanyalah manifestasi, benduk wadah, bentuk jasmaniah dari plot cerita. Ibarat gunung es, plot sebagian besar darinya tidak pernah nampak. Dengan mengikuti jalan cerita maka kita dapat temukan plotnya. Jalan cerita memuat kejadian. Tiap suatu kejadian ada karena ada sebabnya, ada alasannya. Sesuatu yang menggerakkan cerita adalah plot, yaitu segi rohaniah dari kejadian. Suatu kejadian merupakan cerita kalau di dalamnya ada perkembangan kejadian.

Kemudian suatu kejadian berkembang kalau ada yang menyebabkan terjadinya perkembangan. Dalam hal ini konflik. Intisari plot memang konflik. Selanjutnya, plot itu sendiri sering dikupas menjadi lima elemen. Pengenalan, timbulnya konflik, konflik memuncak, klimaks, dan pemecahan soal.

Feature yang baik harus memiliki plot. Namun plot pada feature, dalam beberapa hal berbeda secara mendasar dengan plot pada cerpen. Pada cerpen misalnya, plot yang baik mensyaratkan adanya pemunculan konflik. Setelah itu dilukiskan bagaimana konflik itu memuncak hingga mencapai klimaksnya. Pada feature tidak demikian. Karena feature tidak mewajibkan pemunculan dan penajaman konflik dalam rangkaian adegan cerita. Asumsinya sederhana, feature mengangkat suatu situasi, keadaan, atau aspek kehidupan yang sifatnya faktual objektif. Tidak semua aspek kehidupan yang diangkat dalam cerita feature mengandung unsur konflik. Jadi, hanya pada peristiwa tertentu saja unsur konflik dan klimaks itu diperlukan atau dihadirkan.

4. Karakter

Sebagai cerita, setiap feature, seperti juga cerita pendek, harus memiliki karakter atau watak. Dalam fiksi, tulis Sumardjo, mutu sebuah cerpen banyak ditentukan oleh kepandaian si penulis menghidupkan watak tokoh-tokohnya. Kalau karakter tokoh lemah, maka menjadi lemahlah seluruh cerita. Tiap tokoh semestinya mempunyai kepribadian sendiri. Seorang penulis yang cekatan, hanya dalam satu adegan saja sanggup memberikan pada kita seluruh latar belakang kehidupan seseorang.

Penulis yang berhasil menghidupkan watak tokoh-tokoh ceritanya, akan dengan sendirinya meyakinkan kebenaran ceritanya.  Begitu juga dalam feature. Suatu cerita feature disebut baik, atau lebih jauh lagi berkualitas tinggi. Apabila karakter tokohnya dilukiskan dengan jelas, tegas, ringkas, dan spesifik. Setiap orang punya karakter atau kepribadian masing-masing, yang sekaligus membedakan dirinya dengan orang lain.

5. Gaya

Gaya adalah cara khas pengungkapan seseorang. Cara bagaimana seorang pengarang memilih tema, persoalan, meninjau persoalan, dan menceritakannya dalam sebuah cerpen. Itulah gaya seorang pengarang. Dengan kata lain gaya adalah pribadi pengarang itu sendiri. Tiap orang punya gayanya sendiri, entah baik atau jelek. Di sini gaya meliputi penggunaan kalimat, penggunaan dialog, penggunaan detail, cara memandang persoalan, penyuguhan persoalan, dan seterusnya.

Di situlah antara lain letak perbedaan feature dan berita. Sebagai cerita, feature ditulis oleh wartawan atau reporter dengan gaya masing-masing. Tiap wartawan penulis feature memiliki gaya sendiri bergantung pada afiliasi sekaligus tingkat pemahaman sastranya.

6. Suasana

Tiap cerita pendek ditulis dengan maksud tertentu. Suasana dalam cerita pendek membantu menegaskan maksud. Di samping itu suasana juga merupakan daya pesona sebuah cerita. Tentu agak sulit untuk pengarang menyatakan apa itu suasana. Sederhananya, suasana sebuah cerita merupakan warna dasar cerita itu. Dalam sebuah lukisan yang menggambarkan kemarahan, sering sekali warna merah menguasai bidang gambar. Sebaliknya dalam lukisan yang menggambarkan kelembutan dan kewanitaan, warna-warna lembut dan medium banyak kita jumpai disitu.

Perlukah feature menggunakan suasana?. Perlu ditegaskan, tak ada cerita feature tanpa suasana. Dalam feature, seperti juga dalam cerpen, suasana merupakan suatu keharusan. Karena suasana itulah antara lain yang bisa menghidupkan cerita feature. Sehingga memikat pembaca, enak dibaca, berjiwa, dan sanggup melantunkan pesan-pesan moral tertentu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Menulis feature, adalah melukis suasana peristiwa. Dari suasana itulah kemudian timbul imajinasi dan fantasi pembaca, pendengar, atau pemirsa.

7. Lokasi Peristiwa

Setting dalam dunia fiksi bukan hanya background. Artinya bukan hanya menunjukkan tempat kejadian dan kapan terjadinya. Sebuah cerpen atau novel memang harus terjadi di suatu tempat dan dalam waktu tertentu. Harus ada tempat dan ruang kejadian. Dalam fiksi lama tempat kejadian cerita dan tahun-tahun terjadinya disebutkan panjang lebar oleh penulisnya. Kemudian, dalam cerpen modern setting telah digarap para penulis menjadi unsur cerita yang penting. la terjalin erat dengan karakter, tema, suasana cerita. Dari setting wilayah tertentu harus dihasilkan perwatakan tokoh tertentu, tema tertentu. Cerpen dengan setting perang misalnya dapat berbicara soal-soal khusus. Seperti dendam, pelarian, kebencian, pengungsian, pengkhianatan, patriotisme, politik, kemanusiaan.

Etika dasar jurnalistik mengajarkan. Pada setiap peristiwa berita (news) harus terdapat enam unsur yang satu pun darinya tidak boleh terlewat. Siapa, apa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana. Dalam kerangka ini, feature termasuk salah satu anggota dari keluarga besar news. Ini berarti setiap karya feature wajib mengandung keenam unsur tersebut. Tak terkecuali unsur di mana, sesuatu yang jelas menunjuk kepada tempat atau lokasi peristiwa.

Dalam feature, unsur tempat atau setting, tidak sekadar sebagai keterangan pelengkap. Sebagaimana kerap dijumpai pada berita langsung. Dalam feature, setting justru memainkan peran yang amat menentukan jalannya cerita. Setting bencana alam seperti gempa dan gelombang tsunami di Aceh dan Sumut pada 26 Desember 2004. Dengan korban tewas lebih dari 100 ribu jiwa, misalnya. Memunculkan aroma tragedi kemanusiaan yang luar biasa. Semua terpana. Semua terluka. Kemudian semua remuk redam, dan semua pun menderita.

Nah, itu tadi penjelasan mengenai tujuh unsur-unsur pokok cerita feature. Bagaimana menurutmu? komen dibawah ya!

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *