Salah satu cara agar bisa mengetahui dan mengukur opini publik adalah dengan melakukan polling atau jajak pendapat. Jajak pendapat merupakan survei penelitian mengenai opini publik dari sampel tertentu. Biasanya, jajak pendapat dirancang untuk mewakili pendapat dari populasi dengan melakukan serangkaian pertanyaan dan kemudian ekstrapolasi generalisasi dalam rasio atau dalam interval tingkat keyakinan.
Dalam penerapannya, jajak pendapat memiliki pengaruh besar terhadap pengukuran opini publik. Sebaliknya juga bisa ikut digunakan untuk memengaruhi opini publik. Selain itu, jajak pendapat paling tidak memiliki pengaruh besar kepada pemilih, politisi, dan kepada peraturan (kebijakan). Bedasarkan buku Opini Publik (2019). Berikut adalah penjelasan secara lengkap mengenai tiga pengaruh jajak pendapat terhadap pengukuran opini publik. Simak dibawah yuk!
- Baca Juga : 9 Metode Jajak Pendapat dalam Opini Publik
- Baca Juga : Pengertian dan Sejarah Perkembangan Retorika
3 Pengaruh Jajak Pendapat terhadap Pengukuran Opini Publik
1. Efek pada Pemilih
Dengan memberikan informasi tentang niat untuk memberikan suara (memilih salah satu), jajak pendapat kadang-kadang dapat memengaruhi perilaku pemilih. Dalam buku The Broken Compass, Peter Hitchens (2009) menegaskan bahwa jajak pendapat sebenarnya alat untuk memengaruhi opini publik. Berbagai teori tentang bagaimana hal ini terjadi dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu ikutan efek underdog dan strategis (taktis) suara.
Sebuah efek ikutan terjadi ketika jajak pendapat meminta pemilih untuk mendukung kandidat yang terbukti menang dalam jajak pendapat. Gagasan bahwa pemilih yang rentan terhadap efek seperti itu sudah cukup lama, paling tidak sejak 1884. Ketika William Safire melaporkan bahwa istilah ini pertama kali digunakan dalam kartun politik di majalah Puck pada tahun itu. George Gallup menghabiskan banyak usaha untuk mencoba membantah teori ini pada masanya dengan menyajikan penelitian empiris. Sebuah meta studi baru-baru ini, penelitian ilmiah tentang topik ini, menunjukkan bahwa dari 1980-an dan seterusnya. Bahwa efek bandwagon lebih sering ditemukan oleh para peneliti.
Kebalikan dari pengaruh ikut-ikutan adalah efek underdog. Hal ini terjadi ketika orang memilih, dari simpati, partai yang dirasakan akan “kalah” dalam pemilu. Ada bukti kurang empiris untuk keberadaan efek ini, daripada ada untuk keberadaan efek ikut-ikutan. Kategori kedua dari teori tentang bagaimana jajak pendapat secara langsung memengaruhi suara disebut suara strategis atau taktis. Teori ini didasarkan pada gagasan bahwa pemilih melihat tindakan voting sebagai sarana memilih pemerintah.
Dengan demikian, mereka terkadang tidak memilih kandidat walau lebih disukai dengan pertimbangan ideologi atau simpati. Mereka lebih memilih yang kurang disukai. Contoh lain adalah efek bumerang, di mana para pendukung mungkin merasa calonnya akan menang. Sehingga merasa suara mereka tidak akan berarti, kemudian mereka memilih calon yang lebih mungkin untuk menang.
Efek ini menunjukkan bagaimana jajak pendapat secara langsung dapat memengaruhi pilihan politik pemilih. Tetapi langsung atau tidak langsung, efek lain dapat disurvei dan dianalisis pada semua partai politik.
2. Efek pada Politisi
Pada 1980-an, pelacakan jajak pendapat dan teknologi yang terkait mulai memiliki dampak penting pada pemimpin politik AS. Menurut Douglas Bailey, seorang Republikan yang telah membantu kampanye Gerald Ford pada 1976. Hal ini tidak lagi diperlukan untuk kandidat politik untuk menebak apa yang khalayak pikir. Dia bisa mengetahui dengan melihat hasil jajak pendapat. Jadi, itu tidak lagi mungkin beliau para pemimpin politik akan memimpin opininya sendiri. Sebaliknya, mereka akan mengikuti apa yang diinginkan oleh publik.
- Baca Juga : 3 Kekuatan Masyarakat Maya dalam Teknologi Komunikasi
- Baca Juga : Begini Realitas Pelaksanaan Etika Komunikasi Massa
3. Efek pada Peraturan atau Kebijakan
Beberapa wilayah di dunia membatasi publikasi hasil jajak pendapat. Khususnya selama periode sekitar pemilu, untuk mencegah hasil yang mungkin keliru dan memengaruhi keputusan pemilih. Misalnya, di Kanada, dilarang memublikasikan hasil survei opini yang akan mengidentifikasi partai politik tertentu atau calon di final. Tiga hari sebelum jajak pendapat ditutup.
Akan tetapi, sebagian besar negara tidak melakukan larangan publikasi jajak pendapat pra-pemilu secara keseluruhan. Kebanyakan negara tidak memiliki regulasi yang jelas. Serta beberapa hanya melarangnya pada hari-hari atau jam akhir atau sampai pengambilan suara ditutup. Sebuah survei yang dilakukan oleh Komisi Kerajaan Kanada pada Electoral Reform melaporkan. Bahwa periode larangan publikasi hasil survei sebagian besar berbeda di negara yang berbeda. Dari 20 negara yang diteliti, 3 melarang publikasi selama seluruh periode kampanye. Sementara yang lain melarang untuk jangka pendek. Seperti periode pemungutan suara atau final 48 jam sebelum jajak pendapat ditutup. Di India, komisi pemilihan umum telah melarang pengumuman hasil jajak pendapat dalam 48 jam sebelum dimulainya pemungutan suara. Kesemuanya ini menunjukkan adanya kesadaran bahwa hasil jajak pendapat sangat mungkin mempengaruhi perilaku pemilih atau publik dalam mengambil keputusan.
Nah, itu tadi penjelasan mengenai tiga pengaruh jajak pendapat terhadap pengukuran opini publik. Bagaimana menurutmu ? komen dibawah ya!
Leave a Reply