Bagi kamu pecinta fashion pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah fast fashion dan thrifting. Keduanya memimpin tren fashion dengan peminat dan pasarnya masing-masing. Sebagai pecinta atau pengamat fashion di tanah air, apakah kamu sudah memiliki kecenderungan di antara keduanya? Atau kamu tim yang masih bingung untuk memilih salah satunya? Pada artikel ini, Vocasia akan merangkum kelebihan dan kekurangan keduannya yang mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan untukmu.
Eitss, untuk kamu yang awam dengan istilah fast fashion dan thrifting, tenang saja! Lewat artikel ini Vocasia akan menjelaskan supaya kamu memiliki gambaran dan dapat meningkatkan wawasanmu soal kedua istialah fashion ini.
Lantas, apa itu fast fashion dan thrifting? Lalu apa kelebihan, kekurang, dan bagaimana tanggapan masyarakat terhadap keduanya? Baca artikel ini sampai habis, ya!
Apa Itu Fast Fashion?
Fast fashion adalah istilah yang digunakan oleh industri tekstil, dengan berbagai desain dan model fashion yang berganti-ganti dalam waktu yang sangat singkat dan dibuat dari bahan baku yang berkualitas buruk, sehingga tidak bertahan lama.
Misalnya saat musim panas, industri fast fashion akan memproduksi pakaian musim panas. Kemudian dalam waktu yang singkat, mereka akan menyiapkan pakaian untuk musim dingin, saat musim dingin tiba. Bahkan saat ini, sebagian besar industri fast fashion memproduksi hingga 42 desain atau model fashion dalam setahun.
Industri fast fashion seringkali mengabaikan dampak negatif lingkungan dan mengorbankan keselamatan para pekerjanya. Sebagian besar industri fast fashion berbasis di Asia dan negara berkembang, seperti Bangladesh, India, bahkan Indonesia.
Revolusi industri memengaruhi apa yang disebut sebagai fast fashion saat ini. Industri terus mengakselerasi pergerakan fashion dan menekan biaya produksinya. Fast fashion menggunakan replikasi tren, produksi cepat, dan bahan berkualitas rendah untuk menawarkan gaya yang terjangkau kepada publik. Sayangnya, hal ini berdampak buruk bagi lingkungan, kesejahteraan manusia, dan pada akhirnya dompet individu.
Baca juga: 5+ Rekomendasi Fashion Untuk Sidang Skripsi
Tren Replikasi dan Produksi Fast Fashion yang Semakin Pesat Saat Ini
Saat ini, merek fast fashion menghasilkan sekitar 52 “musim mikro” dalam setahun. Artinya, setidaknya akan ada satu “koleksi” baru setiap minggunya. Rumah mode Zara mulai mempraktikkan fast fashion dengan mengubah jadwal pengiriman pakaian yang semula per musim (4 bulan) menjadi setiap dua minggu sekali. Ini tentu membuat persediaan stok pakaian meningkat.
Saat ini, perusahaan seperti H&M dan Forever21 menerima kiriman pakaian baru setiap hari, sementara Topshop meluncurkan 400 model pakaian baru setiap minggu di situs webnya. Sebagian besar perusahaan dalam kategori fast fashion saat ini meniru tren streetwear dan fashion week secara real time. Itu artinya, hanya membutuhkan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan desain baju terbaru.
Menurut keterangan Z, salah satu konsumen fast fashion yang Vocasia wawancarai (25/11/2022), memberikan penjelasan bahwa salah satu pertimbangan untuk membeli baju dari industri fast fashion karena model dan warna pakaian yang dikeluarkan oleh brand fast fashion rata-rata unik, menarik, cukup stylish dan menyesuaikan dengan tren.
Dengan menciptakan gaya baru yang didambakan setiap minggu, merek-merek ini mampu memproduksi pakaian dalam jumlah besar dan memastikan bahwa pelanggan tidak pernah bosan dengan inventaris toko mereka. Banyak yang memperdebatkan apakah masyarakat benar-benar menginginkan tampilan baru setiap saat, atau apakah keinginan itu ada karena pemain utama industri ingin orang berpikir dan berperilaku seperti itu.
Karena tidak bisa dipungkiri bahwa ada perasaan ketinggalan jaman yang selalu kita rasakan dalam hal tren pakaian. Oleh karena itu, muncul kehausan untuk memperbarui isi lemari, meskipun sebenarnya kamu sudah memiliki banyak pakaian.
Penyebab Fast Fashion
Sebelum munculnya merek-merek fast fashion ternama yang umum kita kenal saat ini, fashion dunia sempat mengalami berbagai era dan tren yang terus berubah, loh! Penyebab utama munculnya fast fashion tidak lain disebabkan oleh kebutuhan akan pakaian yang semakin tinggi disaat produksi pakaian pada zaman dahulu tidak secepat saat ini. Oleh karena itu, penyebab adanya fast fashion tidak terlepas dari sejarah yang menyertainya.
Sejarah munculnya fast fashion sendiri diyakini berawal pada tahun 1800-an yang sekaligus bertepatan dengan masa revolusi industri yang pertama. Sebelum revolusi industri, pembuatan pakaian tergolong cukup lambat karena masih menggunakan cara manual, hanya dengan bermodalkan jarum (dikerjakan tanpa bantuan mesin).
Pada masa tersebut, untuk mendapatkan satu pakaian dibutuhkan waktu yang tidak sebentar dan bahkan bisa sampai berhari-hari. Bagaimana tidak, jarum yang digunakan untuk menjahit pakaian seringkali berasal dari bahan-bahan yang tidak lazim, seperti batu, tembaga, alumunium, hingga tulang hewan. Hal ini tentunya menyebabkan perkembangan fashion dunia menjadi sangat lambat. Tidak heran jika zaman dahulu dibutuhkan tenaga dari beberapa orang hanya untuk membuat satu pakaian raja atau ratu.
Namun, kondisi tersebut mulai mengalami perubahan ketika pada tahun 1755 seseorang berkebangsaan Jerman yang menetap di Inggris, Charles Fredrick Wiesenthal, mematenkan penemuan jarum yang secara khusus dirancang untuk digunakan pada sebuah mesin.
Hal ini disusul dengan ditemukannya mesin jahit untuk pertama kalinya oleh warga negara Inggris, Thomas Saint, pada tahun 1790. Alat yang dibuat oleh Saint merupakan sebuah alat yang mampu membuat lubang pada kulit hewan untuk selanjutnya dimasukkan jarum dan benang ke dalamnya. Namun, alat tersebut kurang bisa diterima oleh masyarakat karena dinilai tidak mampu beroperasi dengan baik.
Tidak berhenti di situ, pada tahun 1830 seseorang bernama Barthélemy Thimonnier berhasil menciptakan sebuah mesin jahit yang praktis serta mudah digunakan. Mesin ini hanya membutuhkan satu benang dan satu jarum untuk bisa bekerja. Namun, mesin tersebut mendapatkan respons negatif dari para penjahit lokal yang masih memproduksi baju dengan cara manual. Tidak tanggung-tanggung, Thimonnier nyaris tewas di pabrik garmennya sendiri ketika pabrik tersebut dibakar oleh beberapa penjahit yang takut usaha miliknya akan tersaingi oleh mesin jahit tersebut.
Elias Howe asal Amerika Serikat yang selanjutnya menjadi penemu mesin jahit tersukses sebab mesin yang dibuatnya pada tahun 1854 tersebut menggunakan dua benang dari arah yang berlawanan serta menggunakan jarum yang berlubang untuk memasukkan benang. Jarum yang digunakan di mesin jahit yang diciptakan Howe memungkinkan benang untuk menyatukan kain-kain yang sebelumnya terpisah.
Dari ditemukannya mesin jahit modern inilah dunia fashion mulai mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pabrik-pabrik garmen mulai beroperasi dan menghasilkan puluhan bahkan ratusan potong baju dalam sehari.
Hal inilah yang pada akhirnya mendorong para produsen pakaian untuk terus memproduksi berbagai model fashion. Berangkat dari memenuhi kebutuhan manusia hingga munculnya dukungan dari mesin jahit yang semakin canggih, kini fast fashion menjelma sebagai sebuah tren yang pada akhirnya membuat tingkat produksi pakaian baru lebih besar daripada kebutuhan pemakai. Tidak heran jika saat ini kita seringkali menjumpai fenomena penumpukan stok baju.
Ciri-Ciri Fast Fashion
Fast fashion memiliki ciri-ciri yang membedakannya dengan tren fashion lain. Apa saja? Berikut ciri-ciri fast fashion yang perlu kamu ketahui:
1. Mengikuti Tren Terbaru
Fast fashion memiliki ciri khas untuk menyediakan minat pasar dengan mengikuti tren pakaian terbaru. Dari pihak produsen memiliki kebutuhan untuk menjembatani pelanggan dengan produksi dan distribusi. Itulah mengapa fast fashion selalu terdepan dalam mengikuti tren yang sedang diminati konsumen.
2. Selalu Berganti Model
Untuk mengikuti tren fashion yang sedang digemari, fast fashion selalu mengganti model pakaiannya sesuai minat pasar saat itu. Saat tren tersebut sudah turun maka produsen akan menghentikan proses produksi dan menggantinya dengan produk terbaru lainnya.
3. Kualitas Buruk
Dengan adanya kebutuhan untuk memproduksi dan memasarkan pakaian ke pasar dengan cepat, kualitas dari fast fashion biasanya tidak terlalu baik. Hal ini karena kebanyakan dari produsen menggunakan bahan dengan kualitas rendah dan murah. Dengan rendahnya bahan yang digunakan, akan memengaruhi jangka waktu pakaian tersebut, biasanya cepat rusak, robek, atau jahitan tidak rapi.
4. Harga Terjangkau
Karena menggunakan bahan yang kurang berkualitas, biasanya produk fast fashion memiliki harga yang murah dan bersaing di pasar. Karena produk fast fashion tidak bertahan lama dan cepat ‘ketinggalan zaman’, umumnya konsumen akan memilih toko yang lebih murah dengan pertimbangan jika pakaian tersebut hanya akan digunakan untuk mengikuti tren saja (sementara). Namun, berbeda halnya jika pelaku fast fashion tersebut dari brand ternama. Tentu harga yang ditawarkan akan menyesuaikan dengan harga pasar brand tersebut (lebih mahal).
Dampak Positif dan Negatif Fast Fashion
Dalam hal apapun pastinya terdapat dampak positif dan negatif. Berikut akan disampaikan dampak positif dan negatif dari fast fashion!
Dampak Positif
1. Jati Diri
Perkembangan model pakaian akibat fast fashion tentunya membuat para pengguna, baik kalangan remaja maupun dewasa akan lebih percaya diri, keren, dan kekinian. Mereka bebas memadukan jenis pakaian sesuai dengan keinginannya, karena ciri khas dari fast fashion adalah berani tampil beda dan mencirikan kepribadian diri. Hal tersebut sangat berpengaruh dengan pengembangan jati diri seseorang dalam menghadapi era saat ini.
2. Hemat
Fast fashion tidak memandang pakaian berdasarkan brand atau harganya, tetapi lebih mengedepankan kebebasan berekspresi dalam berpakaian, sehingga pengguna tidak perlu memiliki pakaian atau barang yang branded atau mahal untuk mengikuti arus fast fashion. Gaya fast fashion kebanyakan diikuti dengan barang yang tergolong murah, namun tetap mengedepankan keindahan dan keunikan sesuai dengan karakter masing-masing.
3. Perputaran Ekonomi Lebih Cepat dan Merata
Dalam ilmu ekonomi, kita perlu adanya pihak-pihak yang membuat (produsen) serta pembeli (konsumen) untuk memutar perekonomian agar cepat dan merata. Hal tersebut karena konsumen sering membelanjakan uangnya untuk penampilan, sedangkan produsen lebih cepat mendapat keuntungan dari banyaknya jumlah pembeli. Selain itu, fast fashion lebih terbuka kepada siapapun penjual barang, baik pedagang kaki lima, ruko, hingga mall, sehingga perputaran uang tidak hanya terpaku pada satu jenis pedagang, namun lebih merata.
Dampak Negatif
1. Meningkatnya Pola Hidup Konsumtif
Biasanya, seseorang yang selalu ingin tampil kekinian akan berusaha memiliki pakaian-pakaian branded atau trendy. Hal tersebut menimbulkan sifat konsumtif dengan membeli pakaian model terkini. Apalagi didukunng dengan harga murah atau diskon, hal ini akan menjadi kebiasaan dan ujung-ujungnya kebiasaan membeli baju yang hanya mengedepankan model dan harga menjadikan kebermanfaatan pakaian hanya sesaat atau tidak benar terpakai untuk ke depannya.
2. Menghasilkan Limbah
Menurut Soelityowati (2020) dalam Seminar Nasional Industri Kreatif, menyebutkan bahwa fast fashion merupakan salah satu penghasil limbah terbesar di dunia. Dalam proses pembuatannya, fast fashion telah menghasilkan limbah, seperti sisa benang, kain, dan lainnya. Begitu juga ketika telah menjadi pakaian, dapat menjadi sampah karena sudah tidak digunakan dan ujungnya menjadi limbah bagi lingkungan.
3. Lingkungan Tercemar
Selain dalam bentuk pakaian, fast fashion juga menyisakan limbah dalam bentuk zat kimia. Berbagai macam bahan kimia yang berasal dari produksi fast fashion akan menimbulkan pencemaran yang berbahaya bagi lingkungan, seperti kualitas tanah, air, dan udara yang menurun.
4. Populasi Hewan dan Tumbuhan Menurun
Fast fashion juga memengaruhi tingkat ekosistem tumbuhan dan hewan. Hal tersebut dapat terjadi karena kebanyakan bahan dasar pakaian merupakan hasil olahan dari tumbuhan dan hewan, seperti serat pohon jati, pohon pisang, bulu domba, benang sutra, dan lainnya. Fast fashion yang dilakukan secara besar-besaran tentunya akan mengakibatkan populasi hewan dan tumbuhan menurun.
Baca juga: 6 Fashion Style Yang Dapat Upgrade Penampilan Kamu!
Fast Fashion VS Thrifting
Perkembangan fashion yang begitu cepat dan dalam jumlah yang besar, menjadikan dunia fashion semakin maju, namun hal tersebut tidak lepas dari ancaman kompetitor yang secara lambat laun telah menyaingi pamor, hingga diprediksikan akan mengalahkan industri fast fashion. Pesaing tersebut adalah thrifting. Ya, benar sekali, bahwa industri thrifting yang awalnya hanya dipandang sebelah mata karena barang-barangnya berupa second atau bekas, lambat laun mampu menyaingi bahkan diprediksi dapat mengalahkan industri fast fashion.
Sebenarnya apa, sih, thrifting itu? Bagaimana bisa industri thrifting mampu mengalahkan industri fast fashion? Berikut penjelasan lengkapnya.
Thrifting Sebagai Slow Fashion
Bagi kamu yang masih asing dengan thrifting, pasti juga bertanya-tanya. Bagaimana bisa thrifting dikatakan sebagai slow fashion dan apa, sih, sebenarnya thrifting sebagai slow fashion itu? Yuk, simak penjelasan berikut.
Pengertian Thrifting
Thrifting dalam segi bahasa, berasal dari bahasa Inggris, yaitu thrift, artinya hemat. Jika mengikuti aturan bahasa Inggris, makna thrifting adalah sikap berhemat terhadap sesuatu. Sikap ini dapat disangkutkan dengan kehidupan sehari-hari, termasuk fashion.
Dalam dunia fashion, thrifting merupkan kegiatan jual beli barang bekas sebagai upaya penghematan dalam berpenampilan. Barang-barang thrift biasanya dijual lebih murah dibanding barang baru, namun kualitasnya hampir sama bagusnya. Jadi, sangat cocok bagi yang ingin berhemat, namun tetap keren dalam berpenampilan.
Menurut keterangan DL, salah satu penjual thrifting yang Vocasia wawancarai (23/11/2022), dengan adanya thrift membuat masyarakat dengan kalangan menengah sampai bawah bisa membeli pakaian brand ternama namun dengan harga yang sangat miring, bahkan dengan kondisi barang yang masih seperti baru.
Beberapa barang yang dijual dalam thrift, seperti pakaian, sepatu, tas, topi, aksesoris, dan barang lainnya, keadaannya mulai dari jelek hingga bagus, meskipun asalnya dari luar negeri. Hal ini lumrah karena sebelum dijual satuan, mereka membelinya karungan atau paket sehingga tidak bisa memilih.
Tak hanya itu, tren thrifting saat ini sudah memengaruhi para pelaku bisnis untuk merambah ke media sosial, seperti Instagram dan e-Commerce. Salah satu e-commerce yang digemari oleh para pelaku bisnis untuk menjual pakaian bekas adalah Shopee. Melalui aplikasi Shopee, mereka memanfaatkan salah satu fitur bernama Shopee Live. Fitur tersebut memungkinkan penjual memperlihatkan produk secara langsung sehingga calon pembeli merasa lebih yakin setelah melihat tampilan visual produk yang diinginkan.
Maka dari itu, tak heran jika para konsumen sangat tertarik untuk membeli pakaian thrift melalui Shopee Live, karena penjual dapat mereview pakaian thrift tersebut secara live apabila terdapat defect ataupun minus dari pakaian. Hal ini pun dimanfaatkan para penjual untuk meningkatkan omzet penjualan.
“Keuntungan yang bisa dirasakan saat berjualan di Shopee Live selain pendapatan yang cukup baik, para pelanggan memberikan feedback dan testi yang sangat baik, karena mereka dapat melihat produk yang diinginkan secara live dan merasa senang mendapatkan pakaian dengan kualitas brand terbaik dengan harga yang murah, sehingga bisnis thrift saya cepat meningkat dan meluas di sosial media”, ujar DL selaku penjual thrift di Shopee Live.
Baca juga: 5 Ancaman Bisnis Fashion, Harus Pintar Membaca Peluang Atau Ancaman, Nih!
Kenapa Thrifting Dikatakan Slow Fashion?
Semakin menjamurnya industri thrift, lambat laun menjadi ancaman bagi industri fast fashion yang lebih “senior” dalam berkiprah. Menurut Aldeline, (2021) dalam artikelnya bahwa ancaman tersebut beralasan karena industri thrifting termasuk slow fashion.
Slow fashion merupakan kebalikan dari fast fashion. Ketika fast fashion memproduksi barang dengan cepat, menjualnya dengan cepat, dan daya tahan dengan waktu yang cepat pula. Sedangkan slow fashion dalam produksi, penjualan hingga daya tahan memakan waktu yang lama.
Dari penjelasan singkat tersebut, mungkin masih belum terasa ancamannya, tetapi jika kita fokus pada kata “cepat” dan “lama”, maka akan berbeda ceritanya. Ketika barang yang memiliki daya tahan cepat dipertemukan dengan barang yang memiliki daya tahan lama, maka secara perlahan barang yang memiliki daya tahan cepat akan tergeser karena berpotensi menimbulkan limbah.
Barang yang memiliki daya tahan lama atau slow fashion cenderung mengutamakan kualitas dan keberlanjutan dari barang yang dibuat agar dapat bertahan lama dan tidak meperbesar risiko pencemaran lingkungan karena semakin cepat daya tahannya, maka semakin banyak pula limbah pakaian.
Thrifting termasuk slow fashion karena mempraktikkan aspek keberlanjutan barang untuk tetap digunakan meskipun bekas. Hal ini menjadi solusi atas limbah yang dihasilkan fast fashion agar tidak mencemari lingkungan.
Manfaat Thrifting
1. Mengurangi Limbah
Untuk meningkatkan jiwa kepedulian terhadap lingkungan, opsi thrifting mungkin dapat dicoba. Pasalnya, limbah pakaian yang secara global saat ini sudah menyentuh angka 92 juta ton/tahun, lambat laun akan merusak lingkungan . Dengan menggunakan pakaian hasil thrifting, kamu bisa berdampak sedikit-banyak terhadap lingkungan.
Menumpuknya limbah pakaian dari fast fashion disebabkan model pakaiannya yang terus berganti secara cepat mengikuti tren, sedangkan tren fashion tidak akan pernah ada habisnya. Berbeda dengan thrifting yang memiliki model pakaian vintage dan modelnya lebih long-lasting.
2. Mendapatkan Pakaian dengan Kualitas Baik
Saat kamu berburu pakaian thrifting kamu akan banyak menemukan barang yang masih bagus dan jika beruntung kamu akan menemukan barang yang mulus tanpa cacat, hingga merek terkemuka yang memang kualitasnya tidak diragukan lagi. Kualitas pakaian thrifting juga sudah terbukti karena dapat bertahan selama satu siklus hidup (bertahun-tahun) dari pemilik sebelumnya.
Hal ini berbeda dengan fast fashion yang cenderung mudah rusak karena kualitas bahan yang digunakan kurang bagus. Untuk itu, jika kamu tengah mencari pakaian branded dengan kualitas yang baik, thrifting bisa menjadi salah satu pilihan.
Kemudian ANL selaku konsumen thrifting yang Vocasia wawancarai (23/11/2022), memberikan tips untuk menemukan pakaian thrift yang berkualitas baik. “Perihal tempat, saya lebih prefer secara langsung dan tidak online, karena hal tersebut dapat meminimalisir baju minus yang tersilap. Selain itu juga saat pemilihan baju thrift harus teliti setiap inci baju yang terdapat defect maupun cacat. Cek keseluruhan baju secara berulang,” jelasnya.
3. Menghemat Pengeluaran
Manfaat lain dari thrifting adalah kamu bisa membeli pakaian dengan harga terjangkau namun dengan kualitas yang tidak diremehkan lagi, hal ini dapat menghemat pengeluaran berbelanjamu. Karena kamu tidak perlu meraup kantong terlalu dalam dan pakaian tersebut bisa awet dalam waktu yang lama. Selain itu, jika kamu beruntung akan mendapatkan pakaian dari merek ternama yang memiliki harga “banting”.
Seperti yang dikatakan salah satu konsumen pecinta thrifting “Alasan saya membeli baju thrift karna relatif murah, dengan begitu saya dapat berhemat. Kisaran setiap beli satu baju saya dapat hemat 40rb – 100rb,” jelas ANL.
So, buat kamu yang ingin menghemat pengeluaran tapi ingin tetap tampil stylish, cobalah untuk memburu pakaian thrifting, baik offline maupun online.
4. Berpeluang Menemukan Barang Unik
Kemudian manfaat berikutnya dari thrifting yang jarang disadari adalah peluang menemukan pakaian unik. Berbelanja pakaian thrifting akan mengajakmu pada pengalaman menemukan dan mencari pakaian unik. Pasalnya, barang-barang yang dijual di toko thrift biasanya berbeda-beda, baik model, merek, dan warna.
“Ada beberapa alasan saya memilih membeli pakaian thrift. Pertama tentunya karena harga yang relatif murah dengan merek ternama. Kedua, style fashion thrift yang unik membuat saya tampil modis tanpa mengeluarkan uang yang berlebih,” ungkap ANL, konsumen thrifting.
Jadi, untuk kamu yang suka dengan model pakaian unik, thrifting cocok untuk kamu. Apalagi pakaian yang kamu gunakan akan memiliki peluang sedikit untuk kembar dengan orang lain. Kamu juga bisa melakukan mix and match pakaian sesuai selera dan style kamu. Sehingga pakaian thrifting yang kamu gunakan akan terlihat modis dan berbeda.
5. Menjadi Peluang Bisnis
Manfaat dari adanya thrifting tidak hanya dirasakan oleh konsumen, bagi pedagang bisnis thrifting juga menguntungkan. Adanya tren thrifting yang saat ini semakin banyak dilirik oleh konsumen dan banyak diminati masyarakat yang dulunya skeptis dengan “baju bekas”. Membuat peluang bisnis ini semakin besar.
DL, penjual pakaian thrift mengungkapkan jika dirinya melihat peluang bisnis thrifting cukup baik dan menjanjikan, hal tersebut dikarenakan saat ini fashion style luar sangat diminati di Indonesia khususnya Korean fashion.
Baca juga: 8 Cara Sukses Memulai Bisnis Fashion, Ayo Raih Keuntungannya!
Kemudian jika dibandingkan dengan berjualan pakaian non-thrifting, pakaian thrifting memiliki berbagai keunggulan. “Perbedaan dari segi pendapatan yang saya rasakan cukup signifikan. Dalam usaha thrift yang saya jalankan perputaran modal sangat cepat, karena banyaknya permintaan dan minat dari konsumen soal pakaian thrift ini, sehingga minim bagi saya menimbun barang yang tidak terjual,” tambah DL.
Namun, layaknya setiap usaha yang memiliki risiko. Bisnis pakaian thrifting juga memiliki keuntungan dan kerugiannya. Berikut ungkap DL, penjual pakaian thrifting soal dampak positif dan negatifnya:
- Dampak positif: dengan modal yang minim kita sudah bisa menjalankan bisnis dengan keuntungan yang menjanjikan.
- Dampak negatif: ada komplain dari beberapa konsumen yang belum paham pakaian thrift, mereka mengeluhkan beberapa defect atau minus dalam pakaian yang pasti akan sering kita jumpai di pakaian thrift.
Sobat Vocasia, itu tadi penjelasan mengenai tren fast fashion dan thrifting. Dengan adanya penjelasan tadi, kamu jadi memiliki gambaran soal keduanya. Selain itu, kamu juga bisa mempertimbangkan lagi soal dampak konsumsi dari pakaian yang kamu beli dan gunakan.
Kemudian seperti yang sudah dijelaskan pada artikel di atas, jika tren thrifting bisa menjadi peluang bisnis menjanjikan yang patut dicoba. Kamu bisa bisa mencoba bisnismu sendiri, tetapi bagi kamu yang baru ingin memulai bisnis dan bingung dari mana harus memulai. Vocasia menghadirkan kursus yang sayang untuk kamu lewatkan. Lewat kursus “Langkah Praktis Memulai Usaha dari 0 Hingga Mendatangkan Keuntungan” ini kamu akan diberi tips dan cara berbisnis, mulai dari ide hingga penerapannya. Yuk, jangan lewatkan! Ikuti kursusnya melalui tautan berikut.
Leave a Reply