Tanggal:22 November 2024

Toxic Parenting : Penyebab, Contoh, dan Bahayanya bagi Anak

Setiap orang tua mungkin berniat untuk memberikan yang terbaik kepada anaknya. Namun, ada yang salah dari cara orang tua mendidik anak sehingga berdampak negatif bagi tumbuh kembangnya. Setiap anak pasti sangat membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya. Namun, ada banyak kasus bahwa beberapa anak terjebak dalam Toxic Parenting. Sayangnya, banyak orang tua yang tidak menyadari hal ini.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Buku Parenting Islami, Orang Tua Baru Wajib Baca!

Pengertian Toxic Parenting

Toxic Parenting adalah pola asuh yang keliru dan tanpa sadar melukai perasaan dan psikologi anak. Pola asuh tersebut sering terjadi pada orang tua yang tidak dewasa, kasar, serta memiliki gangguan mental. Toxic Parenting bisa saja dilakukan oleh orang tua yang normal yang tanpa sadar bisa melukai psikologi anak. Sering terjadi orang tua konsisten berperilaku kepada anaknya dengan cara yang menyebabkan rasa bersalah, ketakutan dan hal negatif lain pada anaknya.
Menurut Psycologi Today orang tua yang melakukan Toxic Parenting memperlakukan anaknya secara tidak hormat sebagai individu. Mereka juga cenderung tidak ingin disalahkan dan tidak mau berkompromi dengan anak.
Hal ini perlu disadari oleh setiap orang tua, apakah mereka menerapkan pola asuh yang tepat? Atau malah menjadi racun yang berdampak negatif pada perilaku, sifat dan karakter anak.

Baca Juga: Perbedaan Parenting Ala Orang Tua Barat Dan Timur, Mana Yang Cocok?

Penyebab Toxic Parenting

Sering kali pola asuh yang dilakukan oleh toxic parents dipicu oleh gangguan mental atau kecanduan yan serius. Selain itu banyak pemicu lain yang perlu diwaspadai. Sebagai contoh, orang tua yang memiliki pengalaman traumatis dan membawa luka akibat pola asuh yang menyakitkan dari orangtuanya dulu, atau kurang kasih sayang, maka Toxic parenting bisa terjadi.
Luka masa lalu yang masih membekas menjadi salah satu penyebab orang tua akan melakukan hal yang sama seperti yang dialaminya dahulu. Meskipun orang tua akan berdalih apapun yang dilakukan karna kasih sayang dan cinta, tetapi tetap saja pola asuh toxic parents tak lazim dilakukan. Anak akan terluka secara emosional dan mental sehingga akan merusak kesehatan jiwannya.
Penyebab lain bisa dipicu dari orang tua yang tidak tahu bagaimana caranya bersikap. Terlebih saat menghadapi karakter anaknya yang masih nakal dan perlu dikontrol. Untuk itu, penting bagi orang tua memahami cara berkomunikasi dengan anak.

Baca Juga: 7 Cara Efektif Menjadi Orang Tua Yang Baik Bagi Kenyamanan Anak

Ciri-ciri Toxic Parenting

Perilaku toxic parenting sangat penting untuk disadari agar meminimalisir hal-hal buruk yang akan terjadi pada anak. Berikut ini ciri-ciri toxic parenting yang sering dilakukan oleh orangtua pada anaknya:

1. Melakukan Kekerasan Verbal

Ilustrasi Kekerasan Verbal (pixabay)

Mendidik anak memang bukan suatu hal yang mudah sehingga para orang tua sering sekali menahan emosi dari tingkah laku anaknya. Namun, orang tua harus berhati-hati dalam menyikapi perilaku anak. Jangan sampai meluapkan amarahsehingga akan memicu terjadinya toxic parenting secara tidak sadar.

Para toxic parents ini cenderung mudah emosi dan tidak sabar terhadap perilaku anak sehingga melakukan kekerasan verbal untuk melampiaskan amarahnya. Lebih paranhnya lagi, orangtua mengeluarkan kata-kata kasar yang tak seharusnya didengar oleh anak-anak.

Hal ini akan berakibat fatal bagi anak-anak baik secara fisik maupun mental. Anak bisa saja kebingungan dan tidak menyadari kesalahan yang dilakukan. Anak terlalu takut pada orang tuanya karena mereka pikir akan diperlakukan kasar lagi jika ingin berkomentar.

Selain itu, cara seperti ini akan membuat anak depresi bahkan bisa menjadi sosok yang pembangkang. Padahal seharusnya orang tua sebagai tempat ternyaman dan jembatan untuk mereka mengadu bukan sosok yang mengerikan.

2. Mengungkit Apa yang Telah Dilakukan untuk Anaknya

Orang tua mungkin pernah menyatakan berapa uang dan tenaga yang telah dikorbankan untuk anak. Hal ini akan membuat anak merasa terus bersalah dan tidak percaya diri. Contohnya, ketika orang tua kecewa dengan kegagalan sang anak saat sedang menggapai tujuannya anak mungkin memilih tidak melanjutkannya karena mereka merasa apa yang telah dikorbankan oleh orang tuanya tidak tulus.
Anak akan merasa sulit bangkit kembali karena takut tidak dapat dukungan lagi dari orang tuanya. Tanpa memikirkan kebahagiaan sang anak sendiri, toxic parents cenderung membuat anak mereka bertanggung jawab untuk membalas budi orang tuanya.
Tentunya anak-anak sudah paham hal tersebut, tanpa harus diminta mereka akan membalas budi orang tua. Menyinggung masalah seperti ini, hanya membuat orang tua seolah tidak ikhlas membesarkan anaknya.

Baca Juga: 6 Cara Pola Asuh Ala Orang Tua Jepang Yang Bisa Jadi Panutan!

3. Anak Hanya Sebagai Alat untuk Kepentinganya Orang Tua

Ini termasuk orang tua egois yang selalu mengutamakan kepentingan sendiri tanpa mempertimbangkan kebutuhan anak baik secara fisik dan mental. Berbagai alasan yang dilontarkan oleh para toxic parents dalam mengkritik, menekan, membatasi dan meyuruh-nyuruh anak hanya demi kebaikan mereka. Padahal itu hanya alasan demi memenuhi ego para toxic parents.
Contohnya, orang tua menyuruh anak untuk belajar giat supaya mendapat peringkat satu di kelas atau masuk ke sekolah terbaik demi masa depan yang cerah. Padahal itu hanya keegoisan mereka supaya dapat dibanggakan di lingkungan sosialnya.
Demi memuaskan kebahagiaan orang tua, anak dianggap wajib untuk melakukan ini-itu diluar kehendak mereka. Terkadang dipaksa untuk harus mendapatkan hasil nomor satu di bidang tertentu, padahal kemampuannya bukan di bidang itu. Ada juga anak rela meninggalkan impiannya demi menjalankan cita-cita yang orang tuanya inginkan.

4. Berlebihan dalam Mengontrol Anak

Toxic parents senang mengontrol anaknya dengan ketat. Mereka akan mengatur apa yang harus dilakukan oleh anak, bahkan kapan dan bagaimana sang anak melakukannya. Selain itu, toxic parents akan mencampuri urusan pribadi anak. Rasa bersalah dan iming-iming menjadi senjata bagi mereka untuk mengontrol anak.
Orang tua juga terkadang lupa bahwa sang anak berhak memiliki pilihannya yang ia suka. Dengan selalu menganggap bahwa mereka masih kecil dan belum mengerti. Sehingga dalam pemikiran toxic parents muncul keinginan untuk membatasi apa saja yang akan dilakukan sang anak.
Bahkan sampai anak beranjak dewasa, seringkali toxic parents masih ingin ikut campur dengan urusan anaknya, membuat anak mereka tidak memiliki kebebasan berpendapat, menentukan pilihan mereka, dan melakukan apapun yang mereka suka.
Kekhawatiran orang tua yang berlebihan terhadap anaknya akan membuat orang tua tidak mempercayai anaknya. Toxic parents akan beranggapan bahwa pilihan yang terbaik ada pada mereka bukan anaknya. Hal ini perlu diminimalisir karena bisa jadi anak akan depresi dan mungkin membangkang terhadap orang tuanya.

5. Selalu Menyalahkan dan Mengkritik Anak

Orang tua yang selalu menyalahkan anaknya meskipun sudah jelas bukan kesalahan mereka. Selain itu, apapun usaha dan hasil terbaik yang telah dilakukan anak tidak berarti bagi orang tuanya. Mereka akan selalu mencari kesalahan dan tidak pernah mengapresiasinya.
Ada juga anak yang melakukan kesalahan kecil justru diperbesar oleh orang tuanya, terlalu mengkritik dengan dalih memberi solusi. Orang tua selalu menganggap masalah yang muncul disebabkan karena kesalahan anaknya, hingga melabeli anak dengan kata yang buruk.
Padahal sebagai orang tua yang baik, jangan menyalahkan dan mengkritik anak habis-habisan atas ketidakmampuan anak dalam mengerjakan sesuatu dan saat anak berbuat kesalahan. Melainkan memberikan masukan dengan baik supaya anak bisa menerima dan memperbaiki kesalahannya.
Jika orang tua mengkritik dengan dalih supaya anak intropeksi diri, maka persepsi itu salah. Masing-masing anak tidak dapat disamaratakan karena mereka memiliki kemampuan, kecerdasan, sikap dan daya tangkap yang berbeda-beda. Sebagai orang tua yang hebat, seharusnya jangan memberi kritik yang membuat sang anak down. Namun, memberi dorongan yang mendukung peningkatannya.

Baca Juga: Mengenal 6 Ciri Toxic Parents Yang Perlu Segera Diubah

Bahayanya Toxic Parenting bagi Anak

Bahaya Toxic Parenting (pixabay)

Meskipun alasannya untuk kebaikan anak, faktanya toxic parenting cenderung berdampak negatif pada emosial dan kesehatatan mental sang anak. Ini sangat berbahaya apalagi menggangu tumbuh kembangnya. Berikut dampak yang mungkin akan terjadi jika anak terjebak dalam toxic parenting.
• Tumbuh menjadi pribadi yang tidak percaya diri
• Menjadi sosok yang pemarah atau sulit mengendalikan emosi
• Trauma berkepanjangan
• Sulit menerima hal positif dalam hidupnya
• Kesulitan menjadi diri sendiri
• Membangkang terhadap orangtuanya
• Gangguan mental, seperti kecemasan atau depresi
• Takut menerima hal baik dan bahagia
• Merasa tidak pantas dicintai
• Sering menyalahkan diri sendiri

Oleh sebab itu, sebagai orang tua yang hebat penting untuk belajar seperti apa pola asuh yang benar untuk sang anak. Agar anak bisa bertumbuh dengan baik dan meminimalisir kejadian buruk yang menimpa anak seperti yang telah disebutkan diatas.

Baca juga | Cara Mengatasi Orang Tua Toxic

Cara Mencegah Terjadinya Toxic Parenting

Mencegah Toxic Parenting (pixabay)

Untuk mencegah terjadinya Toxic Parenting, berikut beberapa tips yang dapat dilakukan oleh orangtua:

1. Maafkan Masa Lalu

Bila terjebak dengan ingatan masa lalu, pelan-pelan orang tua harus menyadari dan menerima pengalaman buruk yang telah berlalu. Sebagai orangtua yang baik, harusnya tidak boleh menyalahkan keadaan. Jadi, baik buruknya pola asuh orang tua kita di masa lalu, mampu kita perbaiki di masa sekarang.
Sebagai orang tua harus menyadari dan menerima kesalahan orang tuanya yang dulu, serta menerima kekurangan anak-anak di masa kini.

Baca juga | Ciri-Ciri Orang Tua Toxic

2. Tingkatkan Intensitas Komunikasi antara Orang Tua dan Anak

Kurangnya komunikasi memicu terjadinya kesalahpahaman di antara keduanya. Hal ini membuat hubungan anak dan orang tua menjadi tidak nyaman. Oleh sebab itu, orang tua harus memberikan kesempatan komunikasi dan menjadikan waktu berkumpul dengan anak bisa terkesan menyenangkan. Buatlah sebuah bentuk komunikasi yang bisa saling menghargai di antara keduanya.

3. Tidak Mengkritik Berlebihan

Mengkritik dengan dalih agar anak bisa intropeksi diri, tetapi orang tua juga harus memastikan perkataan yang dilontarkan pada anak tidak melukai hatinya. Apabila sedang marah, jangan sampai melampiaskan emosi pada anak. Segeralah meminta maaf jika berbuat salah pada anak.

4. Berikan Kebebasan pada Anak

Tidak semua pilihan orang tua baik untuk anaknya. Anak berhak untuk memilih apa yang disukai selagi itu berhubungan dengan kebaikan hidupnya. Misalnya, mau jadi apa, hobinya apa, mau sekolah dimana, mau kuliah jurusan apa, dll.
Dengan memberikan kebebasan, anak merasa telah dipercaya dan didukung oleh orang tuanya. Anak menjadi lebih percaya diri dalam menggapai cita-citanya.

Pola pengasuhan toxic harus diubah sesegera mungkin karena pengalaman buruk yang dilakukan orang tua terhadap anaknya akan tertanam selama hidupnya dan tidak menutup kemungkinan perlakuan buruk tersebut akan dilakukan oleh sang anak kepada orang lain.


Baca juga | Perbedaan Parenting ala Barat dan Timur


Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *