Melansir pada Pasal 1 angka 1 UU Bea Meterai, bea meterai adalah pajak atas dokumen. Adapun yang dimaksud dengan dokumen, sesuai Pasal 1 angka 2, adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan.
Sementara itu, berdasarkan Pasal 1 angka 4, meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas dokumen.
Pernyataan atau persetujuan yang tidak bermaterai tidak membatalkan pernyataan atau persetujuan tersebut. Namun, apabila Anda benar-benar bermaksud menggunakan pernyataan atau perjanjian itu sebagai alat bukti di pengadilan, kewajiban yang terutang harus dilunasi.
Meterai Bukan Penentu Sahnya Suatu Perjanjian
Salah satu objek materai adalah perjanjian yang menjadi bukti dan dasar hukum hak dan kewajiban para pihak. Menurut salah seorang ahli hukum, R. Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana dua orang saling mengikatkan diri untuk melakukan sesuatu untuk menciptakan perikatan di antara mereka.
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, ada empat (empat) syarat sahnya suatu perjanjian. Syarat tersebut terdiri dari kesepakatan, kecakapan para pihak, adanya suatu hal atau objek tertentu dari perjanjian, dan alasan-alasan yang sah. Oleh karena itu, jika suatu perjanjian menggunakan meterai, tetapi tidak memenuhi keempat syarat tersebut, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
Jadi, sebelum Anda menandatangani perjanjian, pastikan itu memenuhi persyaratan dan kemudian membubuhkan stempel Anda di atasnya. Karena penentuan sah atau tidaknya suatu perjanjian tidak tergantung pada ada tidaknya meterai, namun apabila syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam KUHPerdata telah terpenuhi seluruhnya.
Pemungutan Pajak atas Sahnya Suatu Perjanjian
Salah satu objek materai adalah perjanjian yang menjadi bukti dan dasar hukum hak dan kewajiban para pihak. Menurut salah seorang ahli hukum, R. Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana dua orang saling mengikatkan diri untuk melakukan sesuatu untuk menciptakan perikatan di antara mereka.
Menurut Pasal 1320 KUH Perdata, ada empat (empat) syarat sahnya suatu perjanjian. Syarat tersebut terdiri dari kesepakatan, kecakapan para pihak, adanya suatu hal atau objek tertentu dari perjanjian, dan alasan-alasan yang sah. Oleh karena itu, jika suatu perjanjian menggunakan meterai, tetapi tidak memenuhi keempat syarat tersebut, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.
Jadi, sebelum Anda menandatangani perjanjian, pastikan itu memenuhi persyaratan dan kemudian membubuhkan stempel Anda di atasnya. Karena penentuan sah atau tidaknya suatu perjanjian tidak tergantung pada ada tidaknya meterai, namun apabila syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam KUHPerdata telah terpenuhi seluruhnya.
Pemungutan Pajak atas Suatu Dokumen
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU Bea Meterai, fungsi meterai yang utama adalah pemungutan pajak atas suatu dokumen yang menurut UU Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Bea meterai menjadi salah satu cara pemerintah mengumpulkan dana dari masyarakat, di mana tarif bea meterai adalah Rp3.000 dan Rp6.000 sesuai dengan jenis dokumen yang dikenai bea meterai. Namun, tidak semua dokumen memerlukan penggunaan meterai. Berikut ini adalah dokumen yang harus menggunakan meterai:
- Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang akan digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan dan keadaan mengenai seseorang dan atau pihak lain yang berkepentingan.
- Akta-akta notaris termasuk salinannya.
- Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya.
- Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp1.000.000 (satu juta Rupiah)
- Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek yang mempunyai harga lebih dari Rp1.000.000 (satu juta Rupiah)
- Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp1.000.000 (satu juta Rupiah).
- Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di pengadilan, seperti surat-surat biasa, surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan bea meterai seperti: surat keterangan dokter, surat taksiran, dan berita acara pemeriksaan.
Persyaratan Sebagai Alat Bukti di Pengadilan
Pembuktian merupakan tahap yang penting dalam menyelesaikan perselisihan bagi para pihak di pengadilan. Dengan tidak adanya meterai dalam suatu dokumen, maka dokumen tersebut tidak dapat digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. Oleh karena itu, fungsi meterai penting untuk menjadikan suatu dokumen dapat digunakan sebagai alat bukti dalam persidangan.
Dan ketika Anda akan menggunakan dokumen tanpa meterai sebagai alat bukti di pengadilan, Anda tetap harus membubuhkan meterai di dokumen tersebut. Hal ini dinamakan dengan istilah pemeteraian kemudian dimana pemeteraian kemudian dilakukan atas dokumen yang akan digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan No. 70/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeteraian Kemudian. Pemeteraian kemudian dapat dilakukan dengan menggunakan meterai tempel atau menggunakan surat setoran pajak.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa meterai berfungsi sebagai pembayaran pajak atas suatu dokumen tertentu dan tidak memiliki kaitan dengan sah atau tidaknya suatu perjanjian. Oleh karena itu, Anda tidak perlu khawatir apabila Anda menandatangani perjanjian tanpa adanya meterai karena perjanjian tersebut tetap sah selama memenuhi syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Namun, apabila Anda akan menggunakan perjanjian tersebut sebagai alat bukti di pengadilan, maka Anda perlu melakukan pemeteraian kemudian agar perjanjian tersebut dapat Anda gunakan sebagai alat bukti pada saat persidangan berlangsung.
Baca juga: Surat Izin Tempat Usaha (SITU): Pengertian Dan Syaratnya
Leave a Reply