Tanggal:15 May 2024

3 Teori Efek Komunikasi Massa Menurut para Ahli

Penelitian empirik efek komunikasi massa mempunyai sejarah yang relatif cukup singkat. Sejarahnya dimulai pada tahun 1930-an dengan munculnya motion picture (gambar bergerak). Sampai saat ini, taksiran tentang waktu efek komunikasi massa beragam versi.

Sejarah awal studi tentang efek lebih cenderung melihat efek tersebut dari segi sikap dan perilaku. Sebagai contoh. Di awal studi tentang film adalah sekedar mencari hubungan antara menonton motion picture itu dengan perilaku jahat di kalangan masyarakat. Efek seperti itu kelihatan relatif tidak rumlah sebab sulit dibuktikan kebenarannya. Sementara itu, penelitian yang relatif lebih baru menitikberatkan pada efek kognitif yang tentunya jelas lebih mudah dilakukan media.

Teori-teori Efek Komunikasi Massa

Dilansir dari buku Pengantar Komunikasi Massa karya Nurudin (2015). Berikut adalah penjelasan mengenai tiga teori efek komunikasi massa menurut para ahli, simak dibawah ini!

1. Efek Tidak Terbatas (1930-1950)

Teori ini sebelumnya hanya digunakan untuk membagi rentang waktu efek komunikasi massa yang populer pada tahun 30-an sampai 50-an. Efek yang dijadikan bahan perbincangan mengenai komunikasi massa mengatakan bahwa media massa mempunyai efek yang besar ketika menerpa audience. Kemudian efek tidak terbatas ini didasarkan pada teori atau model peluru (bullet) atau jarum hipodermik (hypodermic needle). Jadi, media massa diibaratkan peluru. Jika peluru itu ditembakkan ke sasaran, sasaran tidak akan bisa menghindar. Analogi ini menunjukkan bahwa peluru mempunyai kekuatan yang luar biasa di dalam usaha “memengaruhi” sasaran.

Menurut asumsi efek ini, media massa mempunyai kekuatan luar biasa (all powerfull). Hal inilah yang mendasari bahwa media massa mempunyai efek tidak terbatas. Bukti munculnya efek tidak terbatas sangat kelihatan dengan penggunaan radio sebagai alat kampanye. Kampanye ini sifatnya sangat persuasif untuk mengubah sikap, opini, dan perilaku masyarakat agar sesuai dengan pesan yang disiarkan. Selain itu, banyak sekali yang mengkritik, efek tidak terbatas ini masih diyakini memiliki pengaruh yang kuat dalam “membentuk” benak audience. Paling tidak ada beberapa hal berikut yang bisa dijadikan sebagai alasan, yaitu sebagai berikut.

  • Pengulangan (Redudancy)

Ada kalanya sebuah pesan yang disiarkan tidak menimbulkan efek seperti yang diharapkan oleh komunikator. Hal ini disebabkan proses penerimaan pesan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Agar pesan yang disiarkan bisa mengubah perilaku komunikan, perlu diadakan pengulangan (redudancy). Pengulangan dilakukan agar terjadi efek yang nyata pada diri komunikan. Pengulangan di satu sisi menjadi bukti nyata bahwa komunikan tidak memiliki kekuatan untuk menolak pesan media massa. Sementara disisi lain media massa memiliki kekuatan yang luar biasa.

  • Mengidentifikasi dan Menfokuskan pada Audience Tertentu yang Ditargetkan.

Cara lain yang bisa dijadikan alasan munculnya efek tidak terbatas adalah jika suatu media ditujukan pada sasaran tertentu. Pihak yang dijadikan sasaran akan merasa bahwa program yang disiarkan itu mewakili dirinya sehingga perlu ditiru.

2. Efek Terbatas (1956-1970)

Berbeda dengan asal usull “efek tidak terbatas” yang meragukan, sumber model efek terbatas (limited effect) sangat terkenal. Efek terbatas awalnya diperkenalkan oleh Joseph Klaper. Ia pernah menulis disertai tentang efek terbatas media massa yang dipublikasikannya dengan judul “Pengaruh Media Massa” pada tahun 1960. Klaper menyimpulkan bahwa media massa mempunyai efek terbatas bedasarkan penelitiannya. Penelitian pada kasus kampanye publik, kampanye politik, dan percobaan pada desain pesan yang bersifat persuasif. Terdapat dua alasan mengapa efek terbatas bisa terjadi, yaitu sebagai berikut:

  • Rendahnya Terpaan Media Massa

Pengelola televisi sering merasa yakin bahwa berita yang disiarkannya mempengaruhi audience. Pendapat ini muncul karena pihak televisi menganggap bahwa banyak orang menontonnya. Asumsinya, dengan menonton, efek yang ditimbulkan televisi begitu jelas dan nyata. Akan tetapi Robinson (1971) mengatakan bahwa hanya sekitar 23 persen orang Amerika melihat jaringan berita televisi di setiap akhir minggunya. 

Banyak pemirsa televisi lebih menyukai acara hiburan seperti komedi daripada pembicaraan politik. Maka, dalam urusan publik atau politik, presentase yang diraih oleh banyak peran itu hanya sedikit. Bahkan mereka relatif kurang memperhatikan. Ini berarti, perubahan secara besar-besaran jelas tidak mungkin terjadi.

  • Perlawanan

Perlawanan menjadi salah satu “alat penyaring” yang akan ikut memengaruhi penolakan pesan-pesan media massa. Ini artinya, perlawanan lebih kuat pengaruhnya dibandingkan dengan terpaan media massa itu sendiri. Hal demikian bisa dilihat dari kompetisi antara Reagen dengan Carter. Oleh para pendukung Carter, Reagen dikatakan sudah terlalu tua untuk menjadi seorang presiden. Mengapa tidak diserahkan pada yang muda-muda saja. Sementara oleh pendukunh Reagen, Carter dikatakan “si tamak”. Dapat disimpulkan bahwa ada perang “kata-kata” antar pendukung kedua calon presiden itu.

Meskipun terkesan subjektif bentuk-bentuk perlawanan ini, tetapi kegiatan ini akan ikut membentuk sikap dan perilaku masyarakat. Masyarakat yang akan terpengaruh media massa dan mendukung apa yang disiarkannya. Bisa jadi akan berubah sikap untuk menentang ketika ada perlawanan ini.

3. Efek Moderat (1970-1980-an)

Pendapat terakhir aktual tentang efek komunikasi massa adalah “efek moderat”. Dua efek sebelumnya dianggap terlalu berat sebelah. Meskipun diakui bahwa munculnya kedua efek itu karena tuntutan zamannya. Ketika zaman terus berubah dan peran komunikasi massa sedemikian berkembang pesat dibarengi oleh peningkatan pendidikan masyarakat, efek komunikasi massa pun ikut berubah pula. Model efek moderat ini sebenarnya mempunyai implikasi positif bagi pengembangan studi media massa. 

Bagi para praktisi komunikasi, akan mengunggah kesadaran baru bahwa sebelum sebuah pesan disiarkan perlu direncanakan dan diformat secara matang dan lebih baik. Sebab bagaimanapun, pesan tetap mempunyai dampak. Akan tetapi, pesan juga tidak serta-merta diterima audience secara membabi buta. Artinya, ada banyak variabel yang ikut memengaruhi proses penerimaan pesan. Ini artinya efek dimiliki media massa. 

Tetapi penerimaan efek itu juga dipengaruhi faktor lain (tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kebutuhan, dan sistem nilai yang dianutnya). Jadi, semakin tinggi tingkat pendidikan individu, semakin selektif untuk menerima pesan-pesan yang berasal dari media massa.

Nah itu tadi penjelasan mengenai tiga teori efek komunikasi massa menurut para ahli. Semoga artikel ini bermanfaat, jangan lupa komen dibawah ya!

Baca Juga : 10 Fungsi Komunikasi Massa Menurut para Ahli

Menulis Surat Lamaran - Personal Development

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *