Tanggal:18 May 2024

Begini Perspektif Khalayak dalam Jurnalisme

Konsep khalayak merujuk pada sekumpulan orang atau komunitas tertentu. Sesuai dengan aspek geografi, demografi, dan aspek-aspek lainnya. Secara umumnya khalayak haruslah dilihat sebagai sekumpulan orang. Meski secara riset setiap orang memiliki karakteristiknya masing-masing. Sederhananya, bisa dikatakan bahwa khalayak itu adalah orang-orang yang menggunakan media. Dalam hal ini, khalayak juga termasuk juga kedalam  jurnalisme. Karena, khalayak dalam jurnalisme merupakan orang-orang yang menggunakan media. Baik itu media cetak, media elektronik maupun media digital.

Berdasarkan sumber buku Teori dan Riset Khalayak Media (2019). Berikut adalah penjelasan mengenai perspektif khalayak dalam jurnalisme. Simak dibawah, yuk!

Teori Pertimbangan Sosial

Sebelum masuk ke inti pembahasan, mari kita bahas teori pertimbangan sosial terlebih dahulu. Sebenarnya teori ini muncul dan berasal dari pemikiran Muzafer Sherif, Carl Hovland, dan juga Carolyn Sherif. Secara khusus, teori ini merujuk pada pandangan psikologis tentang penerimaan sebuah pesan dan sikap dari khalayak itu sendiri, terhadap pesan tersebut. Muzafer Sherif & Hovland menjelaskan. Bagaimana persepsi seseorang terhadap sebuah pesan yang akan dibandingkan dengan sudut pandang (point of few) yang diyakininya. Respons khalayak terhadap sebuah pesan pada dasarnya terdapat beberapa tingkatan. Sesuai dengan kadar toleransi atau mempertimbangkan berbagai faktor. Artinya, ada standar yang diterapkan khalayak terhadap sebuah pesan. Kemudian standar tersebut dibentuk oleh berbagai faktor baik bersifat internal maupun eksternal.

Baca Juga : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Teknologi Komunikasi

Khalayak Dalam Jurnalisme

Dalam jurnalisme, Whitney (2009). Menjelaskan bahwa karakter khalayak bagi jurnalisme adalah sine qua non atau ibarat raja. Maksudnya adalah, khalayak selain menjadi konsumen dari media juga menjadi sumber pemasukan dari media itu sendiri. Misalnya, media cetak menggantungkan roda usahanya dari seberapa banyak pembaca yang membeli dan berlangganan. Tidak hanya itu, pemasukan lain juga berasal dari pihak pengiklan yang menjual komoditas. Baik produk maupun jasa ke khalayak melalui iklan atau advertorial di media cetak.

Secara esensi juga terlihat bahwa berita yang diproduksi oleh media pada dasarnya diperuntukan bagi khalayak. Sebagai upaya menjaga kestabilan dan penjaga proses demokratisasi. Hal ini menjadi penegasan bagi Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2001) dalam The Elements of Journalism. Yang menyatakan bahwa kerja jurnalisme tertuju sepenuhnya untuk khalayak.

Hak untuk memberitakan kebenaran, tidak berasumsi dan terus melakukan cek dan cek kembali. Merupakan karakter yang harus dimiliki atau kewajiban jurnalis demi pemenuhan hak khalayak memperoleh berita. 

Selanjutnya, karakter khalayak sering kali tidak dapat dipastikan, tidak stabil dan bahkan “tidak dapat diketahui”. Malah khalayak seringkali bersifat elastis. Karakter terakhir adalah khalayak dalam jurnalisme kontemporer, kemudian khalayak selalu melakukan adaptasi. Sehingga penonton selalu berubah dibanding era sebelumnya. Terkait dengan kekuatan atau adu kecepatan dalam menyampaikan berita. Dan juga karena munculnya (institusi) media yang baru. Ini menyebabkan adanya persaingan untuk mendapatkan perhatian khalayak terhadap konten atau program media.

Baca Juga : Definisi dan Konsep Kunci dari Komunikasi Organisasi

Ruang Publik

Jurgen Habermas menjelaskan bahwa ruang publik merupakan ruang yang muncul akibat semakin banyaknya keterlibatan publik. Dalam hal ini warga negara memiliki hak yang sama dan juga suara yang sama. Terkadang, ruang publik tersebut muncul untuk mendiskusikan dan juga menghasilkan suara-suara terkait dengan kebijakan pemerintah.

Pada dasarnya ruang publik merupakan ruang yang tercipta dari kumpulan orang-orang tertentu (private people). Kemudian dalam konteks sebagai kalangan borjuis yang diciptakan seolah-olah sebagai bentuk penyikapan, terhadap otoritas dan relasi terhadap pemerintahan. Intinya, ruang publik ini terpisah dari domain otoritas kekuasaan yang ada saat itu di Eropa. Bahkan dalam konteks ini ruang publik bisa diartikan sebagai kekuatan baru dalam menyeimbangkan. Ataupun mengkritisi kebijakan yang merupakan produk otoritas yang berkuasa.

Keterlibatan khalayak sebagai publik dalam konteks relasi dengan pemegang otoritas. Meski dirintis oleh kalangan borjuis, muncul dalam konsep public sphere dari Jurgen Habermas (1962). Menurutnya ruang publik merupakan ruang yang tercipta dari sekumpulan orang. Di dalamnya mereka membincangkan dan mendiskusikan kebijakan sampai situasi ekonomi maupun politik terhadap pemerintahan. Namun, Habermas juga menekankan bahwa dalam ruang publik sebenarnya kalangan borjuis itu. Secara sadar maupun tidak mewakili dua identitas di dalam dirinya sebagai publik. Diri sebagai pemilik kapital atau pekerja yang dengannya ia harus mewakili suara ruang pribadi tersebut. Dengan mengaitkannya sebagai kepentingan publik dan juga diri sebagai warga yang murni dan sederhana.

Selanjutnya ruang publik tidak sekadar menghasilkan ide-ide semata. Kemudian melalui relasi dengan pemerintah hasil dari ruang publik dapat dijadikan bahan pertimbangan, opsi untuk menekan. Serta mempengaruhi pengambilan keputusan dari pemerintah. Seolah-olah suara yang muncul dari ruang publik merupakan bentuk penyikapan dari masyarakat terhadap otoritas publik.

Nah, itu tadi penjelasan mengenai perspektif khalayak dalam jurnalisme. Semoga artikel ini bermanfaat untuk kamu. Jangan lupa cek postingan artikel yang lainnya juga ya. See you guys!

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *