Beberapa ahli menyebutkan bahwa PR atau Public Relations merupakan seni dan ilmu menciptakan pengertian publik yang lebih baik. Sehingga dapat memperbesar kepercayaan publik terhadap organisasi ataupun seseorang. Dengan demikian, dalam dunia politik, PR merupakan sebuah alat yang bisa membuat seseorang memiliki citra yang baik di mata publik.
Baca Juga | Pengertian Komunikasi Massa Menurut Para Ahli
Public Relations dalam Politik
Berdasarkan sumber buku Public Relations (2016). Berikut adalah penjelasan mengenai konsep dari Public Relations dalam politik. Simak di bawah ini, ya!
Salah satu masalah yang dihadapi empat pilar negara demokratis. Baik legislatif, eksekutif, yudikatif dan media massa adalah citra buruk beberapa anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Citra buruk tersebut disebabkan oleh korupsi, manipulasi, mark up anggaran, mangkir sidang, terlibat narkoba dan perilaku buruk lainnya. Dari perilaku negatif tersebut, rakyat dapat menilai bahwa elite politik memberikan pembelajaran tidak dewasa dalam berpolitik dan berdemokrasi.
Baca Juga | Pengertian Liberalisme
Akhirnya, produktivitas lembaga negara sangat rendah dan citranya menjadi buruk. Belum lagi pekerjaan rumah menyelesaikan kasus Century, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Atau kasus pengemplangan pajak dan masih banyak lagi.
Melihat kenyataan di atas, negeri ini memang sedang mengalami krisis etika. Sudah tidak jelas lagi mana yang benar dan mana yang salah. Semuanya sudah demikian permisif dan tidak lagi disadari sudah melanggar moral. Krisis etika terjadi karena selain seolah sudah menjadi hal biasa. Sebagian kaum elite sudah kehilangan budaya malu. Para elite justru mengejar materi sebanyak mungkin, menggunakan filsafat pragmatis (asas manfaat, kendati melanggar etika dan moral). Bila sudah merasuk ke jiwa dan pola pikir, korupsi, komersialisasi jabatan atau penyalahgunaan wewenang tidak akan berhenti.
Baca Juga | 6 Jenis Masalah Perdagangan Internasional yang Masih Sering Dihadapi
Krisis etika ini harus segera diatasi. Caranya, tanamkan kembali budaya malu sehingga mindset kita kembali ke tatanan ideal. Salah cara adalah menggunakan pengaruh media massa. Supaya krisis etika dapat dikikis, para pelaku harus bisa mengedepankan pemahaman citra positif. Citra tersebut dapat dicapai dengan pendalaman ilmu PR. Bagi para elite partai, krisis etika dapat dihilangkan. Dengan penekanan kepada political will dan niat mempertahankan citra positif. Kaum elite jangan semata-mata mencari kekuasaan lalu melanggar etika, apalagi moral. Esensi jabatan adalah melayani rakyat, sebuah amanah yang harus dilaksanakan.
Public Relations dan Personal Branding Tokoh Partai Politik
Lima tahun sekali, kita akan disuguhi iklan kampanye politik. Baik calon presiden dan wakil presiden, calon anggota DPR, gubernur, bupati, hingga walikota. Iklan-iklan tersebut mempunyai tema yang hampir serupa, yaitu tentang kerakyatan dan janji-janji pembangunan. Di dalam iklan digambarkan berbagai macam “perbuatan baik” dari calon. Misalnya, sekadar adegan menyumbang sesuatu, memeluk anak kecil, hingga berjalan bersama rakyat di pedesaan. Bahkan, ada iklan yang menggambarkan penokohan sang calon sebagai orang yang arif dan bijaksana.
Baca Juga | Perspektif Mengenai Karakteristik Realitas Sosial
Nilai belanja iklan para calon sangat besar demi upaya personal branding. Fantastis? Atas nama strategi komunikasi, sah-sah saja. Namun pertanyaannya, apakah dana besar untuk iklan politik tersebut mampu memberikan lebih dari sekadar pengetahuan?. Sebuah awareness mungkin dapat secara maksimal dikampanyekan melalui strategi iklan. Namun, awareness saja tidak cukup. Masih banyak yang harus dipertimbangkan ketika mencalonkan diri di ajang politik.
Public Relations: Awareness, Attitude, and Action!
Kesadaran, sikap, dan siap bertindak merupakan sebuah “mantra” di dunia PR. Strategi PR merupakan alat bantu untuk mendekatkan rencana menuju keberhasilan. PR membentuk persepsi dan personal branding yang dinyatakan lewat orang lain. Dalam strategi PR, kalimat seperti “Aku yang terbaik!”. “Saya yang memberikan solusi!”. “Saya pemimpin Andal”. “Pilih Saya!”. “Saya siap membangun Indonesia!”. Sangat disarankan untuk dihindari.
Baca Juga | Avoid These Habits To Have A Healthy Work Environment!
Kalimat-kalimat tersebut merupakan omong kosong iklan. Komunikasi PR selalu menggunakan “pendapat orang lain” untuk mendukung tokoh.atau produk. Tujuan yang hendak dicapai adalah terbentuknya persepsi masyarakat. Hal ini dapat dicapai, melalui getok tular (word of mouth, disingkat WOM) maupun memanfaatkan media sosial.
Membentuk personal branding tokoh politik tentu bukan perkara mudah. Namun ini tantangannya, meraih citra positif tanpa harus “menepuk dada”, melainkan menggunakan konsep PR yang baik. Syarat pertama yang harus dilalui untuk menggunakan konsep PR adalah berusaha membuat seseorang tokoh dikenal. Bukan hanya lewat tampilan fisik melalui iklan. Konsep PR yang diterapkan dengan baik membuat sang calon akan dikenal lewat penuturan atau kesaksian pihak lain. Konsep ini justru akan lebih mudah diterima karena terdapat unsur kepercayaan dengan sang penutur.
Baca Juga | Tipe Kepemimpinan Transformasional
Jadi, konsep PR tidak sesederhana yang dibayangkan banyak orang. Ruang lingkup, bidang tugas, tanggung jawab, tujuan, peran dan fungsi PR sangat luas. Inilah yang kurang dipahami masyarakat awam. Oleh sebab itu, pengetahuan dan pemahaman yang lebih komprehensif terkait berbagai aspek PR sangat dibutuhkan. Dengan demikian, diharapkan peran dan fungsi PR dapat diimplementasikan secara maksimal di berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Baca Juga | Peran Praktisi Public Relation dalam Perusahaan
Nah, itu tadi penjelasan mengenai konsep Public Relations dalam politik. Bagi kamu yang ingin menjadi seorang profesional PR, kini Vocasia hadir dengan kursus online Public Relation Masterclass, lho. Kursus ini memberikan kamu akses full seumur hidup. Menarik bukan? yuk buruan gabung. Cek informasi lebih lanjut disini, ya!
Leave a Reply